Sabtu, 21 April 2018

Langit Jingga - Dari Teluk Sarera sampai Tak Terhingga



Pagi masih di awal, dan matamu kutemukan liar melihat gerak dedaunan di depan halaman rumah kita yang ramah. Dengan angin-angin yang meniup perlahan, temani lelap ibumu di atas sofa pendek di dalam sana. Atau mendengarkan sekilas dialog Eyangmu dan Mbak Sum dalam bahasa Jawa yang sekarang sedikit-sedikit mulai bisa kupahami. Aku bahagia sekali pagi ini, Nak. Dan yang tak perlu kau ragukan lagi, tentu aku bahagia atasmu. Untuk melihatmu tertawa di sela ramah tegur sapa tetangga, dan tatapan lurus menuju dedaunan jarak, pisang, kemboja di sepanjangnya serta tanganmu yang mencoba menggapai mereka dalam pertanyaan yang mungkin banyak sekali. Dan kau kenalilah mereka dengan baik, Nak. Akrabi dengan rasa bahagia dan ketenangan yang berlimpah. Katakan pada mereka bahwa rumah di ujung itu adalah rumahmu dengan segenap rasa bangga.

Hampir semua orang yang pernah kita kunjungi berkata bahwa kau sedikit pendiam bila berada di tempat lain, tak seperti jika sedang berada di rumah sendiri. Jago kandang katanya, hahaa. Aku tertawa, dan terus terang saja, sebenarnya aku senang mendengarnya. Kupikir itu adalah pertanda yang sangat baik, bahwa aku dan ibumu sejauh ini sudah berhasil membesarkanmu dengan gemilang. Bahwa kau tahu kau ada di rumah. Bahwa kau tahu ini adalah rumahmu. Bahwa kau tahu kau adalah tuan rumah di sini dan berpolah selayaknya tuan rumah. Dan aku percaya, seiring waktu, hal itu akan menuntunmu pada tumbuh dan berkembangnya rasa percaya diri dan kebanggaan dalam dirimu hingga nanti tiba di lingkup yang lebih besar. Itu bagus, Nak, bagus sekali.

Kini dan jauh nanti, kau akan terus belajar mengindrai semua hal, Nak. Tentang apa saja mainan yang kau miliki, tentang baju apa yang kau kenakan, tentang berapa uang yang ada di sakumu, tentang apa yang kau makan tadi pagi, tentang siapa ayah-ibumu, di mana rumahmu, dari mana asal-usulmu, apa saja. Temukan semuanya dalam perjalanan hidupmu, dan katakan jawabannya dengan jujur dan penuh kebanggaan. Kukatakan padamu sekali lagi, Nak, bahwa kau terlahir sebagai definisi kesempurnaan! Yakinkan dirimu bahwa kau memang seperti itu, dan katakan itu pada siapapun yang melihatmu dengan tatapan ragu.

Dan bila nanti masih ada waktu untukku berbagi denganmu, kurasa aku bisa menunjukkan bagaimana rasa humor dan kepedulian akan membantu menyeimbangkan semuanya, Nak. Tertawalah yang banyak, merasa sedih dan perbaikilah sesuatu yang keu anggap salah semampumu, jadilah kawan yang baik bagi kawan-kawanmu, jangan pernah takut untuk menjadi berbeda, tapi seiring itu, hargailah semua perbedaan yang kau temui, juga sekali lagi, tertawalah yang banyak di antaranya. Dan ah, sekarang aku sepertinya menjadi orang tua yang terlalu suka memberi nasihat ya, padahal aku pun tahu, bahwa anak muda tak pernah suka diberi nasihat.

Sudah lebih siang, Nak. Kurasa ibumu sudah bangun juga. Sekarang waktunya kau makan bubur dan minum air putih yang banyak. Habiskan makanannya, bergerak yang lincah, terus terlelap yang nyenyak. Minta ibumu menjagamu di selang waktunya.

Jakarta, April 2018