Jumat, 26 September 2014

Cik Yan Lis (4)

Besok mau lebaran 
Dan lagi. Siang ini menerima kabar dari lelaki paruh baya dari rumah kami di salah satu sudut kota Curup itu. Mengabarkan bahwa saat ini dia tengah bersantai saja di atas sofa biru di ruang tengah rumah, katanya baru selesai makan banyak, sambil mendengarkan lagi lagu Deep Purple berjudul “Child in Time”, yang dulu pernah saya berikan padanya. Berulang kali dia ceritakan bahwa dia senang sekali mendengarkan lagu ini. Katanya alunan lagunya bisa membawa dia jadi lebih tenang sekaligus beringas. Saya selalu tertawa setiap mendengar dia berkata seperti itu. :p

***
Adalah di beberapa bulan yang lewat, tepatnya di awal sore lebaran kemarin. Saat kami berdua tengah mengobrol tentang apa saja diiring lantunan musik yang bermain silih berganti dari komputer lipat di atas meja. Di tengah obrolan kami itu, tiba-tiba saja dia terdiam beberapa lama. Saat itu saya merasa aneh sendiri melihat air mukanya yang seketika berubah. Saya diamkan saja dulu, hingga akhirnya dia berujar sendiri bahwa lagu yang sedang terputar ini (lagu rock klasik berjudul "Duo Kribo") adalah salah satu lagu favoritnya dulu saat masih muda -kami memang masih punya kaset dari lagu ini di rumah, tapi sayangnya kasetnya itu sudah lama rusak. Hingga akhirnya dia bercerita deras sekali, dalam kebahagiaan yang sepertinya banyak sekali. :)

Dia memulai ceritanya dengan persaingan sengit dua grup band rock papan atas Indonesia di awal tahun 70an dulu: God Bless dan AKA. Dimulai dari sejarah kedua nama band tersebut, hingga film layar lebarnya yang kabarnya pernah meledak di pasaran. Sekaligus dia ceritakan juga dengan lancar seluruh isi dari film tersebut, hingga lagu-lagu original sound track-nya yang menurutnya luar biasa. Saat itu, sepertinya dia tengah membongkar semua kenangan masa muda yang pernah dia lewati. :) Hingga akhirnya dia katakan sendiri sambil tertawa: “saya masih ingat sekali bagaimana perasaan saya dulu saat mendengarkan lagu ini: 'tak ada satupun orang yang lebih hebat dari saya!'”. Saya terpingkal sendiri melihat dia mempraktekkan gesture dari kata “hebat”nya itu: berdiri sambil menepukkan dada dua kali. Hahaa, saya jadi terpikir sendiri sore itu: “seandainya kami berdua bertemu saat masih sama-sama muda, maka sepertinya dia akan menjadi salah satu orang yang paling ingin saya ajak berkawan”. :D

Tak terasa, hari sudah lebih sore. Dan dia sudah bercerita lebih dari 3 jam. Dia bertanya kepada saya apakah lagu-lagu di album itu bisa dimasukkan ke dalam handphone miliknya. Saat saya iyakan, tatapan matanya jadi terang sekali. Langsung menyambung: “masukkan sekarang! Saya mau mandi dulu”. Saya kerjakan langsung, sambil memasukkan juga Album “Very Best Of” milik Deep Purple –saya tahu persis grup band ini adalah salah satu band favoritnya juga dulu. Hingga selang belasan menit, dia datang lagi dengan menenteng earphone merah yang kebetulan saja baru dibelinya kemaren sore. Selepasnya, dia pergi lagi dari ruang tengah itu sambil membawa handphone-nya yang sudah selesai saya kerjakan, entah kemana.

Dan apakah kamu tahu dia pergi kemana? Ahahaa. Ternyata dia pergi ke dalam kamar. Duduk bersila di atas kasur sambil menghadap ke arah kaca besar. Didengarkannya lagi lagu-lagu di album itu dengan khusyu lewat earphonenya yang berwarna mencolok dan kuat sekali, kepalanya bergoyang, ikuti lengking Ahmad Albar dan Ucok Harahap muda yang bersemangat sambil terpejam, ikut bernyanyi.

Ah, sekarang saya katakan begini: bahkan saya tak pernah melihat dia sesemangat itu selama ini, sepanjang saya mengenalnya hingga sekarang. Dan sore itu adalah sebuah moment ajaib: saya melihat dia saat muda! :)
Cikarang, 26 September 2014

Senin, 08 September 2014

Karmelita Anggrianto

Ada seorang anak perempuan yang sangat manis di kantor kami. Namanya Karmelita Anggrianto. Kami biasa memanggilnya dengan panggilan “Karmel” saja. Dia adalah seorang anak yang sangat ceria, mudah antusias dan tertawa, sangat mudah terdeteksi jika sedang bersedih, wajahnya mudah memerah. Dan sebenarnya umur kami berdua tak berbeda jauh, hanya 4 tahunan saja. Tapi entah bagaimana, saya selalu saja melihat dia sebagai seorang anak kecil. Terlepas dari cara berkomunikasinya yang terkadang memang seperti anak kecil, dari apapun yang dia lakukan, saya tetap saja memandang dia sebagai adik kecil yang sangat lucu, saya sering sekali tertawa melihatnya. Atau untuk mengingat bagaimana cara dia menyapa saya: kadang memanggil “kakak”, kadang “mas”, sepertinya itu seingat dan sekeinginan dia saja. Dan saya tak pernah mempermasalahkannya juga. Dia bisa memanggil saya dengan sebutan apapun yang dia mau, yang dia pikir baik, apa saja. :)

Beberapa hal lain tentang dia adalah: saya pikir dia inspiratif. Saya sebut demikian karena saya akan dengan sangat mudah mendapatkan sesuatu untuk ditulis setelah berbicara dengannya. Obrolan kami itu bisa tentang apa saja: dari yang serius sampai yang tidak. Pola pikirnya saya pikir menarik. Dan saya akan sangat senang menuliskan irisan pemikiran kami ke dalam bentuk tulisan-tulisan sederhana di blog ini. Salah satunya adalah posting yang ini. :P

Satu yang terbaru adalah di kisaran satu jam yang lewat. Saat saya tak sengaja membaca status di akun sosial media miliknya. Dia sepertinya tengah bercerita tentang seorang anak magang di kantor pusat kami di Bintaro sana –Karmel dan anak magang ini ngantor di kantor pusat, sedang saya di cabang. Dan kira-kira tadi dia menulisnya begini:

Gak kerasa ya anak ini udah ga ada di mejanya. Biasanya setiap lewat selalu ada yang nyapa ‘Kakak Karmeeeel’ (nada: cengkok dangdut unyu). Sukses ya kerjanya, Dik. Jangan lupain kita-kita di sini. Ntar kita maen-maen lagi yaa, :D

Membacanya, saya sedikit merasa janggal. Kamu tahu kenapa? Karena bahkan kini di kantor kami, sudah ada yang memanggil dia dengan sebutan "kakak". Karena di mata saya dia adalah seorang anak kecil, selalu saja. Bahkan saya berpikir bahwa dia adalah adik terkecil di kantor kami. Karena, lagi, saat ini dia sudah dipanggil kakak di tempat ini. Dan somehow tiba-tiba saya merasa tua sekali. Ahahaahaha. Apakah kamu tahu, bahwa waktu memang berjalan? Saya merasakannya di detik yang tadi!

Saat ini saya tidak akan berbicara lebih jauh tentang “waktu” dulu -tulisan tentang itu sudah banyak saya post-kan di tulisan-tulisan sebelumnya. Saya punya banyak kawan yang usianya jauh di bawah saya. Dan ini adalah salah satu moment dimana saya bisa merasakan waktu memang berjalan, senyata detak jarum jam di jam dinding yang menggantung di atas situ. Saya sadar bahwa semua memiliki masanya sendiri-sendiri, termasuk juga saya, juga Karmel. Dan lagi-lagi saya merasa beruntung sekali. :)

Dan tak terasa, kalau tak salah, rencananya Karmel akan menikah tahun depan. Ini sensasi yang ajaib. Karena selepasnya, saya tak akan pernah bisa menganggap dia seorang anak kecil lagi. Saya akan menunggu dimana saat itu benar-benar tiba, dan itu akan luar biasa! ;)

Yang meski mungkin banyaknya dia merasa bahwa saya sering menasehati dia di banyak obrolan kami yang sudah-sudah, tapi sebenarnya kami berdua hanya mengobrol. Dan tidak. Saya tidak pernah menasehati siapapun, termasuk ke dia. Saya hanya seseorang yang senang sekali berdialog. :)
Cikarang, 8 September 2014

Senin, 01 September 2014

A Post for Mechi

Adalah seorang yang sudah saya anggap kawan meski kami belum pernah saling bertemu sekalipun. Namanya Mercedes Caron. Seorang mahasiswa S3 di Gent University, Belgium, dengan Argentina sebagai negara aslinya. Kalau tak salah, hampir semua kawan-kawannya yang lain memanggilnya dengan panggilan Mechi. Saya juga sama. Saya memanggilnya dengan panggilan yang sama. :)

Bagi saya, beberapa penggal obrolan singkat cukuplah menjadi alasan untuk menyebut seseorang sebagai kawan. Dan dari obrolan-obrolan singkat itu, sepertinya saya bisa merasakan bahwa dia adalah seorang kawan yang baik. Meski kami berbeda budaya dan saya tak akan pernah bisa memahami penuh cara berpikirnya, tapi saya benar-benar berani bertaruh bahwa kawan-kawannya di Argentina sana juga menganggap dia tipikal kawan yang menyenangkan. Saya yakin sekali.

Saya mengenalnya dari seorang kawan yang lain. Kawan yang sepertinya saya kenal baik. Sudah 3 tahunan mereka saling mengenal dan belajar bersama di lab itu. Dan kini, Mechi akan meninggalkan kawan tersebut. Mechi sudah lebih dulu menyelesaikan studi doktoralnya. Ah, senang sekali saya mendengar kabarnya. :) Meski sebenarnya saya tak terlalu tahu pasti tentang kabar tersebut, tapi sepertinya memang seperti itu. Saya hanya membaca dari status jejaring sosial facebook miliknya saja. Kira-kira isinya begini:

Saying goodbye to your family is the most difficult thing to say. I had to do it twice in the last 3.5 years, the first time to my family and friends in Argentina and now to my family in Belgium. Guys, you are my family in the other side of the world. You are my friends, my brothers and sisters. I love you with all my heart and I will miss you a lot (I already miss you). Thanks for always being there for me. It is for you that Belgium is for me the warmest, happier, funniest place in the world :)

Saya tersenyum membacanya. Dengan menekan tombol “like” dan “comment”, saya memberikan komentar di bawahnya: “Selamat, Mechi. Berpisah dulu, biar nanti bisa saling rindu. :)”. Sengaja saya tuliskan komentarnya dalam bahasa Indonesia, agar dia mencoba menerjemahkannya menggunakan google translate :p, atau bertanya pada siapapun kenalannya yang bisa berbahasa Indonesia. Tujuannya sederhana saja: agar dia selalu mengingat bahwa dia memiliki kawan dengan bahasa indonesia sebagai bahasa-ibu nya. Dan saya adalah salah satunya. :)

Saya menyukai saat mendengar seseorang berbicara dengan emosi yang kental, seperti yang Mechi tuliskan di statusnya itu. Entah bagaimana, saya bisa merasakan apa yang dia pikirkan. Saya pikir, itu adalah perasaan yang luar biasa indah. Ah, Mechi, sekali lagi saya ucapkan: “Selamat, selamat”. Senang bisa mengenal. ;)

Salam dari Negeri Katulistiwa. Berkunjunglah ke sini nanti-nanti, semoganya saya bisa mengajakmu menyelami laut kami yang terkenal hangat dan menyenangkan. ;)
Cikarang, 1 September 2014