Kamis, 31 Desember 2020

2020

Lorong Waktu, Ayah suka bilang begitu kan, Bang? :D

Purnama sempurna mungkin baru akan datang setelah beberapa hari lagi. Dan hamburan puluhan titik kembang api di langit malam penghantar pergantian tahun baru itu membawaku merenung ke beberapa hal yang terjadi di satu tahun belakangan. Ah, terdengar klise memang, tapi memang itu yang kurasakan di moment itu. Dan di sela sesap tembakau yang sepi, tiupan angin dari timur, dan tidurmu yang nyenyak di bawah sana, kutemukan semuanya terasa menyenangkan sekali untuk mengingat-ingat apa saja yang sudah terjadi.

Adalah salah satu tahun terbesar yang pernah kulewati. Karena yang terbesar pastinya adalah saat kau datang dengan segenap kegemilangan di 2017 yang lalu. Tapi 2020 ternyata juga tahun yang besar, Bang. Banyak lompatan dan perubahan signifikan terjadi di dalamnya. Dan dengan senang hati, aku akan membaginya denganmu, seperti halnya banyak cerita-cerita lain yang kutuliskan sebelum ini. Agar di satu hari yang baik, kau bisa tahu bagaimana aku memandang, merasakan, dan latar belakang yang bergerak di sekitarku. Dan kau akan mengenalku, ah, senang sekali untuk sekedar membayangkan kau bisa mengenalku jauh lebih baik dari semua kawan-kawan terbaikku.

Yang terbaik tentunya tentang aku yang bisa menghabiskan waktu jauh lebih banyak denganmu. Jauh lebih banyak dari yang berani kuimpikan sedari dulu. Ayah bekerja dari rumah! Haa, senang sekali. Untuk menantimu bangun pagi setiap hari, semalam apapun kau baru tertidur di malam sebelumnya. Atau untuk menungguimu mandi pagi sambil aku menghirup segelas kopi hitam panas merayakan pagi. Atau menungguimu belajar mengerjakan puzzle-puzzle sederhana dan mengingat alphabet. Atau mengobrol sebelum jadwal makan siang datang. Atau memarahimu lembut saat kenakalanmu mulai mengambil alih. Atau menghabiskan sore bersama di balkon sambil bercerita ditemani beberapa tegukan teh dingin yang sekarang sudah menjadi ritual yang ditunggu-tunggu. Atau menunggu ibumu pulang membawa senyumnya yang selalu saja berhasil membuatmu berlari-lari bingung karena gembira yang meluap-luap. Aku masih bisa meneruskan ini hingga panjang sekali. Dan aku berkesempatan menjalani ini sepanjang tahun! Seperti yang kukatakan. Ini tahun terbaik!

Di waktumu nanti, kupikir kau akan banyak mendengarku bercerita tentang Minerva. Itu adalah Perusahaan konsultan riset di bidang bioteknologi dan farmasi yang sedang kukembangkan sepanjang tahun ini. Tidak mudah, tapi kupikir tetap progresif. Belum terlalu banyak proyek, tapi kupikir cukup menjanjikan. Dan yang lebih penting, Ayah menyukainya, Bang. Untuk mempelajari begitu banyak hal baru, untuk menenangkan diri saat berulang kali menemui kegagalan, atau untuk menyiapkan mental dalam menyambut keberhasilan serta perayaan-perayaan kecil yang mengiringinya. Banyak sekali. Dan Minerva adalah hal terbaik yang lahir di tahun ini. Kukatakan lagi, ini tahun terbaik!

Di tahun ini, rumah kita juga sudah selesai berdiri setelah 8 bulan yang panjang dan hujan-hujan. Beberapa orang akan menilainya sebagai rumah sederhana, tapi menurutku, tak ada satupun rumah yang lebih baik dari ini. Dan aku tidak sedang berkelakar, memang itu yang ada di dalam pikiranku. Putih-abu-gelap, bukankah paduan warna terbaik yang bisa dipikirkan? Ya, terbaik. Dan itu adalah rumah kita, Bang. Menyenangkan kan? Tempat dimana di dalamnya kau akan tumbuh dalam peluk Ibu, Eyang, dan Mbak Sum, orang-orang yang di satu waktunya nanti akan berganti menjadi tanggungjawabmu. Sedang aku, tidak. Aku akan tetap bertanggungjawab atas diriku sendiri sampai nanti-nanti.

Kabar gembira lain, di penghujung tahun ini aku tahu bahwa aku akan kembali ke kampus itu segera. Entah apa yang menungguku di sana dan selepasnya, aku sendiri belum terlalu pasti. Tapi dengan senang hati aku akan menjalaninya sebaik mungkin. Dan 4 tahun adalah waktu yang diperlukan untuk menuntaskannya. Sekolah Farmasi di Kampus Gajah, terdengar menjanjikan, bukan? Ya, itu akan menjadi pertarunganku yang lain setelah ini. ini adalah salah satu mimpiku, Bang. Saat ini aku sedikit takut, ragu, tapi juga antusias. Ya campuran perasaan-perasaan itu. Tapi aku tahu, aku akan menyelesaikannya dengan baik. Seyakin kau juga akan mengejar mimpi-mimpi terbaikmu yang akan lahir di waktu yang mungkin masih jauh dari saat ini.

***

Tahun sudah berganti. Dan aku memiliki satu keinginan yang ingin kucapai di tahun yang baru ini: membeli sebuah tenda indian kecil yang akan kuletakkan di dalam kamar tidurmu. Agar sekarang kau bisa berpuas diri dulu sebelum “berkemah di hutan” yang berulang kali kau hayalkan itu benar terlaksana. Waktu itu akan datang, Bang, jangan terburu-buru. Waktu itu akan datang.

Jakarta, Permulaan 2021

Minggu, 26 Juli 2020

Malam di Jababeka - Hitungan Tahun

DLBS, Dexa Medica, setahun yang lalu

Tak terasa ternyata sudah satu tahun. Dan saya masih terus berdoa agar kapal biru putih itu tetap gagah berdiri dan berlayar jauh menuju semua mimpi-mimpi yang dulu pernah menjadi mimpi saya juga itu. Terlalu banyak cerita yang saya ingat, baik yang menyenangkan maupun yang tidak terlalu, tapi diiring lambaian dedaunan alpukat di depan rumah kontrakan ini, semua ingatan itu selalu saja menyenangkan. Untuk semua kawan-kawan baik yang saya temui di selang waktunya, dan mimpi-mimpi pribadi yang terlahir di dalamnya. Teringat tentang beberapa hari terakhir di tempat itu dulu, tentang kegelisahan yang khas saat akan meninggalkan rumah.

Saya pikir, saat ini, sedikit banyak, saya sudah berubah dari hari-hari itu. Dari cara memandang sesuatu, pendekatan-pendekatan, hingga mengekspresikan diri. Sedang belajarnya, saya pikir sama saja, sama bagusnya. Di tempat itu saya belajar banyak, selepasnya juga sama. Sedikit perbedaannya, mungkin saat ini saya merasa lebih menyeluruh. Meyeluruh yang bagaimana? Sayangnya saya sendiri tidak terlalu tahu persis, tapi saya bisa merasakannya. Seperti saat saya pertama kali pergi merantau dulu, lantas di perantauan saya merasa saya lebih tepat ada di sini. Ya, mirip seperti itu.

Perjalanan seseorang tak pernah pasti. Saya tak pernah terpikir ternyata dunia yang saya masuki selepas hari-hari di tempat itu berbeda sekali. Di awal-awalnya saya bahkan melalui masa yang sangat sulit. Tapi sepertinya itu memang bagian dari perjalanannya. Dan sampai detik ini pun saya pikir saya masih terus mengalir dalam prosesnya. Tapi satu yang saya tahu pasti, saya menyukai dunia baru ini, bahkan lebih dari hari-hari terbaik yang saya jalani sebelumnya. Dan saya bersyukur untuk itu, untuk semua keputusan-keputusan yang sudah saya ambil sebelumnya. Terkadang memang butuh waktu, tapi nyatanya memang seperti itu.

Satu yang paling saya syukuri tentunya waktu yang lebih banyak untuk keluarga. Untuk melihat laki-laki yang suka sekali bermain di lapangan itu tumbuh di setiap menitnya. Untuk mengajarkannya membuat simpul pengikat layang-layang, untuk menunjukkan warna-warna bunga yang ada di sepanjang Teluk Sarera, atau sekedar menemaninya berlari-larian di sepanjang jalan di pagi-siang-sore waktunya, kapanpun yang dia inginkan. Saya temukan ini menyenangkan sekali. Dan saya berpikir mungkin sisi ini lah yang menjelaskan perasaan “menyeluruh” itu. Mungkin.

Rasanya itu saja, untuk sekedar menjadi pengingat bagi diri saya sendiri tentang titik-titik waktu yang saya jalani selama ini, untuk kemudian jadi bahan renungan dan kontemplasi pribadi. Dan anak itu sekarang sudah memanggil lagi, sepertinya mengajak berlarian lagi di lapangan. Yang sebenarnya bagian ini adalah bagian yang kurang saya sukai, main di lapangan saat matahari tengah terik-teriknya. Tapi kali ini tidak masalah, kemaren saya sudah menolak. Hari ini dia menagih janji, saya ikuti. Mungkin selang sehari sudah cukup adil bagi semua.

Jakarta, Juli 2020

Senin, 23 Maret 2020

Frans Kurnia - Tiga Titik Segitiga


Malam sudah hampir sampai di ubun-ubun, dan di saat itu juga ingatan tentang seorang kawan yang itu datang menghampiri saya di satu ruang rumah kontrakan yang dua hari terakhir ini saya tempati bersama keluarga. Pemicunya saya rasa adalah lagu yang tengah saya dengarkan saat ini: lagu dangdut pantura yang di beberapa minggu kemaren secara tidak sengaja saya temukan di sela keramaian warung di sudut Cikarang sana. Lagunya bagus, saya suka iramanya. Yang meski tak menyukai dangdut pantura, saya pikir kawan tersebut akan menyukai yang satu ini. Dan biasanya kami akan menertawakan lagu-lagu serupa ini. Menjadikannya lelucon dengan memberikan tarian ciptaan yang disesuaikan dengan ketukan lagunya yang diset dalam volume tinggi, menyenangkan sekali.

***
Sebenarnya belum terlalu lama saya mengenalnya, baru menjelang sepuluh tahun saja. Tapi saya menyukai orang itu dari pertama kali bertemu, di hari pertama saya bekerja di gedung biru muda itu. Kawan yang tak mudah dijumpai karena sifatnya yang khas sekali. Dan yang tak perlu diragukan lagi, orang itu pasti tak terlalu normal seperti kebanyakan orang, yang mana, hal itu pulalah yang membuat kami bisa berkawan baik. Kalau boleh saya katakan, jalur berpikirnya sungguh aneh. Jika kebanyakan orang melihat titik dalam formasi segitiga, maka dia akan berpikir tentang barisan pipa penampung air, dan lantas mengatakan kepada orang lain bahwa dia melihat segitiga yang tak berguna. What?

Terus terang saja, menurut saya dia seorang jenius yang susah sekali diterima oleh dunia normal. Yang anehnya, dia menyukainya. Menarik sekali. Di berbagai kesempatan, saya suka sekali untuk meminta pendapatnya tentang apapun yang saya temukan menarik, hanya untuk menerka-nerka apa yang kira-kira akan dia pikirkan tentang hal tersebut. Seringnya, pikiran kawan tersebut akan membuat saya terkejut sama sekali, karena menurut saya itu bodoh sekali, serupa orang yang tak bisa berpikir lurus tentang sesuatu. Tapi di lain waktu, pikirannya membuat saya terkesima karena orisinalitasnya yang sangat beralasan dan cemerlang. Bagaimana bisa dua hal ini keluar dari satu orang yang sama? Kadang saya merasa sangat penasaran saja bagaimana dia berinteraksi dengan anak laki-laki kesayangannya itu di lindung rumahnya yang nyaman. Ah, saya akan sangat menantikan kesempatan mengobrol dengan anak itu bila nanti waktunya tiba. Sesederhana bertanya apa yang dia pikirkan tentang ayahnya?  :D

Banding-membanding, saya pikir kami berdua sangat berbeda. Tapi hal itu juga yang membuat saya menyukainya. Kawan yang melengkapi puzzle interaksi dengan dimensi lain di luar pikiran saya sendiri. Serupa sesapan bergelas-gelas kopi aceh yang biasa kami tandaskan di bawah teduh pepohonan dan debu sore Cikarang di pinggir jalanan itu, saat dimana dulu kami berusaha saling memahami sebelum memulai perkawanan yang saya yakini akan bertahan sampai waktu yang sangat lama.

Halo, Frans Kurnia. Salam dari Teluk Sarera
Jakarta, Maret 2020