Senin, 01 Oktober 2018

Langit Jingga - 365



Setahun sudah, Nak. Dan sebegitu banyak cerita yang kusimpan di selang waktu tiga ratus enam puluh lima hari ini, yang semoganya akan terus berlanjut sampai jauh, kuharap begitu. Juga diiring doa-doa agar kau senantiasa sehat, berteriak yang kuat, tidur yang lelap, makan dan minum yang banyak. Walau kadang nanti tak akan terus seperti itu, tapi bukan masalah. Sedih, marah, sakit, tak akan seburuk yang kau bayangkan. Semuanya adalah cerita keseharian yang tetap harus kau jalani dan syukuri segenap hati. Untuk kemudian kau bisa kembali prima, siap tertawa lagi. Menyadari bahwa hidup ini jauh lebih besar dari rasa sedih, marah atau sakitmu yang sekali-kali.

Kita bertemu di selang waktu tiga puluh satu tahun semenjak aku dilahirkan di penjuru Bengkulu. Dan ternyata, aku harus menunggu rasa bahagia yang sebesar itu selama tiga puluh satu tahun pula. Seperti juga nanti milikmu, jalan hidupku dipenuhi intrik dan rasa bahagia yang banyak, Nak. Tapi menjumpaimu di satu tahun yang lalu itu adalah hal yang benar berbeda. Ternyata pada akhirnya aku bertemu sesuatu yang lebih sempurna dari diriku sendiri. Berulang kali, di jauh malam, saat memandang lelapmu yang diam-diam, aku merasa tak habis pikir. Bagaimana bisa Tuhan menciptakan satu mahluk sebagus ini? Bagaimana bisa? Timbang-menimbang, dan pertanyaan itu berputar dan mengantarku menuju ke alam tidur menyusulmu.

Sedang hembus angin yang masuk ke dalam rumah kita ini adalah nafas Tuhan yang tengah bahagia-bahagianya, Nak. Dihantarkannya gelombang teriakanmu itu sampai ke telingaku dengan ringannya. Saat aku melihat ke arah datangnya, ternyata kau sedang senyum-senyum yang tak kuketahui karena apa. Sesekali aku menyambutnya dengan pertanyaan-pertanyaan singkat, tapi seringnya, aku hanya diam saja memperhatikanmu tanpa bertanya. Berikutnya kau ulangi lagi teriakan serupa, dan aku mulai tertawa. Tawa yang juga tak kupahami timbul karena apa. Tapi siapa peduli, aku tak pernah berniat memahami semuanya. Aku hanya berusaha menikmati hidupku dengan bahagia.  Itu saja.

Dan pagi ini adalah sebuah cerita lanjutan dari persinggungan jalan yang kita lewati. Kupahami saja itu sebagai titik singgung yang mungkin memang ditakdirkan bertemu jauh sebelum aku dan kau terlahir dengan gembira di planet ini. Maka kita rayakan saja sekarang. Keluarkan teriakanmu yang paling kuat, dan akan kujawab dengan tarian berputar mengelilingi kamu juga ibumu. Begitu sampai habis harinya nanti, terus lelah, lalu terlelap.

Selamat pagi dan ulang tahun, Nak.

Untuk Langit jingga dan mainan pesawatnya yang merah dan istimewa
Cikarang, 2 Oktober 2018