Rabu, 24 Februari 2016

HERBAKOF

Pagi itu sedikit tak biasa. Saat setibanya di halaman perkantoran yang didominasi warna biru langit dan putih bersih, saya menemukan dua balon raksasa berbentuk botol obat setinggi 4 meter berdiri di depan sana. Sepeda warna-warni yang saya kendarai sengaja saya putarkan di sekitarnya kisaran dua keliling, untuk sekedar mengamati lagi balon itu lebih teliti. Saya tahu, itu adalah properti promosi produk terbaru dari kantor kami yang diluncurkan ke publik belum lama ini. Dan obat itu diberi nama Herbakof. Saya pikir-pikir, mungkin nama itu diambil dari kata “herba” dan “cough”, yang bila diartikan secara sederhana maka kira-kira maknanya adalah obat batuk berbahan herbal. Berjalan perlahan untuk sekedar berpikir bahwa saya tak sering menjumpai produk-produk dari kantor kami diiklankan seperti ini. Atau mengingat tentang iklan herbakof yang mulai sering muncul di stasiun televisi swasta nasional, dengan kalimat jual #gausahkhawatir dan #cepatambilherbakof yang terdengar ringkas dan melodis di telinga. Juga tentang khasiat herbakof yang dibahas khusus di situs online Kompas. Ah saya senyum-senyum sendiri, saya suka ini. Semacam strategi pemasaran produk yang sedikit berbeda dari pemasaran produk-produk kami sebelumnya. Kini terasa lebih agresif, dan ya, karena saya selalu lebih menyukai sesuatu yang agresif. Mungkin karena itu saat ini saya merasa senang. Hingga tak berapa lama, akhirnya sepedanya saya parkirkan, berhenti dan berlalu pergi dari tempat botol ajaib itu berdiri.

Dan bila ada yang tertarik untuk tahu lebih jauh, maka bisa saya sebutkan bahwa produk ini berbahan dasar campuran tumbuhan saga, mahkota dewa, legundi dan rimpang jahe, yang bila tak salah ingat, campuran tumbuhan itu kemudian diproses dengan teknologi fraksinasi lanjutan untuk mendapatkan zat aktif reconyl. Yah, begitulah singkatnya. Hingga obat ini secara ilmiah terbukti memiliki khasiat yang kuat untuk digunakan sebagai pelega tenggorokan dan batuk yang umum menyerang kita di musim-musim seperti ini.

Dan mungkin kamu berpikir bahawa tulisan saya kali ini seperti beraroma promosi produk ya? Hahaa. Ya, siapapun boleh berkomentar apa saja, dan kamu tentunya juga. Yang kalaupun saya di sini memang sedang promosi, ya biar saja. Tapi satu yang pasti, saya tak dibayar untuk menuliskan tentang ini. Karena saya sudah banyak duit, dan sama sekali tak butuh bayaran, hahaa. Yang saya ingin saya sampaikan adalah: saya pikir produk ini baik, beberapa kawan dan kenalan yang mencobanya juga memberikan testimoni positif, jadi saya pikir mungkin baiknya saya anjurkan kamu untuk mencobanya saat kamu berada di 3 kondisi ini:

1. Kamu sedang batuk dan atau kurang enak tenggorokan dan sedang pengen sembuh
2. Kamu sedang pengen minum obatnya
3. Kamu sedang punya uang buat belinya

Dan seperti saat saya memberikan obat ini ke seorang tetangga kosan yang kebetulan lagi batuk-batuk berisik sampe tengah malam: “Ini! Minum obatnya, jangan makan botolnya!

***
Siang beranjak di selepas makan siang yang biasa, dan saya memutuskan untuk menjumpai botol itu lagi. Melihat dia tengah terombang-ambing ditiup angin Cikarang yang sedang panas-panasnya, saya pikir mungkin ini adalah waktu yang pas untuk mengabadikan momennya. Dengan bantuan dari seorang kawan anggota sekuriti, dan abracadabra, gambar ini lahirlah. Saya tertawa bahagia melihat hasilnya, dan berpikir mungkin nanti saya akan membuat sedikit tulisan tentangnya.

Si pengendali angin dan herbakof. Belilah Produk Dexa. Hahaa.
Cikarang, 24 Februari 2015

Selasa, 09 Februari 2016

Asep Aripin (1)

Kami berdua, bersama puluhan kawan-kawan yang lain di sebuah villa di kawasan Puncak, Bogor*

Saya yakin kamu akan percaya jika saya katakan begini: 

Perjalanan hidup saya sungguh menarik. Untuk mengenal ratusan kawan terbaik di 1.001 peristiwa dalam dimensi ruang, waktu dan kejadian. Entah bagaimana, dimanapun saya melangkah, maka saya akan menemukan mereka tepat di tempat mereka berdiam saat itu. Lalu menerjemahkan keanehan yang mereka miliki dalam gema senda gurau di penghujung sebuah sore, dan dehem yang satu-satu. Ya, (lagi) entah bagaimana, saya selalu mudah menemukan orang-orang yang tak biasa.

Dan bila saat ini harus mengambil salah satu, maka tentu, saya akan mengangkat cerita dari satu sosok kawan yang ini. Benar-benar salah satu kepribadian yang paling menarik yang pernah saya temui. Namanya Asep Aripin, dan saya biasa memanggilnya dengan sebutan Kang Asep. Dan ah, sepertinya kami memang digariskan untuk bertemu oleh waktu. Saya mengetahui itu, bahkan jauh sebelum kami akhirnya bisa bertemu muka di sebuah mushola berkaca besar dan tirai biru.

Awalnya mungkin begini. Saat di siang menjelang suatu sore, di Labtek Biru kampus Ganesha, saya membaca sebuah lowongan kerja di situs forum alumni ITB. Tertulis di dalamnya: dibutuhkan scientist Bioteknologi di Divisi Molecular Pharmacology, DLBS, Dexa Medica. Di tengah kondisi keuangan yang morat-marit, tentu saja saya sangat mempertimbangkan isi email tersebut dengan serius. Saya baca lagi emailnya berulang-ulang. Informasi di email itu, saya temukan nama Asep Aripin sebagai pengirimnya. Hmmm, saya tahu, saya akan diterima bila mengajukan lamaran di lowongan itu, hahaa. Tapi satu yang mungkin tak kalah menarik adalah tentang nama si pengirim email. Setelah mengirim berkas lamarannya ke satu alamat email yang lain, saya catatkan nama itu di selembar kertas bekas. Saya tuliskan di atasnya: Asep Aripin!

Dan akhirnya hari itu tiba, hari pertama saya kerja di tempat itu (cerita serupa pernah saya tuliskan di tulisan yang lain berjudul: Rabu Pertama). Ah, saya sedang banyak urusan di hari-hari pertama masuk kerja, saya tak sempat mencari orang yang namanya pernah saya tuliskan di kertas bekas itu dulu. Hingga kisaran seminggu kemudian, di sebuah permulaan waktu ashar, saya melihat beberapa orang berkumpul sambil menunggu giliran wudhu. Saya coba dengarkan, ternyata mereka sedang membicarakan rencana acara touring. Mereka semua terdengar santai tapi sopan saat berbicara ke orang itu. Dan kamu tahu? Ternyata sosok itu memiliki nama yang persis sama dengan yang pernah saya tuliskan dulu. Antusias saya dekati, sambil berucap dengan senyuman dan jabat tangan: “nama saya Guntur Berlian.” :)

***
Hari ini, sudah lebih satu minggu Kang Asep tak lagi bekerja di kantor kami. Dan malam ini, saya mengingat lagi bagaimana dulu kami pertama bertemu. Saya kirimkan pesan singkat padanya, bahwa saat ini saya sedang mengingatnya, dan menyampaikan agar dia senantiasa sehat dimanapun dia berada. Atau tak sengaja mengingat lagi sebuah kejadian dimana dia berusaha menjodohkan saya dengan seorang dokter cantik asal Kota Kembang di barat sana, dan berkomentar mesem-mesem: “seandainya nanti lu beneran nikah sama si bu dokter, kita bakal beneran jadi saudara, Bro!” Saya hanya tertawa mendengarnya, meski dalam hati saya menjawab: “semenjak detik di mushola itu, saya pikir kita berdua sudah beneran jadi saudara, heheu”, sebuah kalimat yang belum pernah saya sampaikan langsung kepadanya sebelumnya, hingga akhirnya saya berpikir mungkin detik ini adalah waktu yang tepat.

Stay healthy, Kang. Sampai ketemu lagi.
Cikarang, 9 Februari 2016.
*Foto oleh Andriana Saptakowati