Jumat, 30 Oktober 2015

Menuju Wawancara

Tepat setelah makan siang. Saya berjalan menuju lobi kantor, untuk selanjutnya menunggu kawan-kawan yang lain dan rencana menunaikan ibadah Salat Jumat bersama di masjid pinggir jalan besar di timur sana. Dan selang semenit kemudian, di pojok ruang yang didominasi warna putih-biru dan tak terlalu lebar itu, saya duduk di atas sofa biru, sekedar melihat-lihat. Lobinya sepi, hanya ada seorang resepsionis kantor yang tengah sibuk dengan telponnya, serta sebuah wajah asing yang saat ini sedang duduk dalam gelisah. Diam-diam saya memperhatikan. Percaya saja, entah bagaimana saya bisa merasakan kegelisahannya di udara –atau mungkin sebenarnya lewat ekspresi wajahnya. Duduk barang beberapa menit, ternyata dia sedang menunggu giliran wawancara dengan calon atasannya di ruangan tepat di seberang kami duduk sekarang. Satu kandidat yang lain, yang ternyata juga adalah kenalannya, sedang diwawancara di dalam sana. Saya tanyakan beberapa hal padanya, dijawabnya bahwa dia melamar ke kantor ini untuk posisi X, sebuah posisi yang dulunya diisi oleh kawan yang saat ini sudah berpindah tempat kerja ke Jakarta sana. Tak lupa, saya sampaikan agar dia tenang-tenang saja nanti di dalam sana, dan jangan lupa agar tetap tersenyum. Heheu.

Kandidat yang lain tadi keluar dari ruang wawancara bersama calon atasan sekaligus pewawancaranya. Dan ternyata, mereka berdua diminta untuk nanti datang lagi setelah Salat Jumat. Mereka iyakan. Saya berpura-pura pergi menjauh, tapi sebenarnya tetap mencoba mendengarkan. Saya dengarkan rencana mereka untuk keluar dan mencari tempat salat Jumat dulu. Dan mereka berjalan ke luar ke arah parkiran kantor kami yang agak jauh di belakang sana. Saya ikuti mereka dari belakang, dari jarak yang tak begitu jauh. Bukan apa-apa, saya suka mengamati mereka. Dan memandang mereka yang berjalan beriringan dengan seragam hitam-putih serta ransel besar yang masing-masing mereka kenakan. Saya jadi mengerti mengapa sedari tadi saya tertarik menyimaki apapun yang mereka lakukan. Kamu tahu, dia dan temannya itu, mengingatkan saya pada saat dimana saya pertama kali menginjakkan kaki di kantor ini. :)

Tentu saja, di tulisan kali ini saya tak akan bercerita lagi tentang apa yang terjadi di hari pertama saya datang ke sini, karena sudah saya ceritakan sebelumnya di tulisan berjudul: “Dua kilometer”, di Januari yang lalu. Saat ini, saya hanya ingin mengingat ulang hari itu berikut detail yang terjadi. Ah, bukan buat apa-apa, hanya agar saya tak lupa. Suatu hal yang seringkali saya lakukan hanya untuk membuat saya tetap mengenali siapa saya. Hah, mungkin kamu tak mengerti tentang apa yang saya bicarakan, tapi biar saja, kita tak harus melulu saling mengerti. Gitu kan ya? :D

***
13.04. Saya kembali ke lobi ini lagi. Melirik sekilas, dan mereka berdua yang sedang berusaha duduk semanis mungkin di sofa itu. Memang tak berniat untuk menghampiri mereka lagi, saya langsung masuk ke dalam, lalu duduk di sini. Meski mungkin mereka tak akan pernah menyadari, bahwa sampai detik inipun, saya masih berpikir tentang mereka. Dan berharap semoga mereka berdua diberikan rasa bahagia dan keluasan rezeki oleh Tuhan, entah itu di kantor ini, entah itu di jalan yang lain.

Selamat Jumat Siang, Kota Buruh. Salam-salam.
Cikarang, 30 Oktober 2015

Minggu, 11 Oktober 2015

ORIKULA BIOLOGINENSIS

Bumi Perkemahan Gambung, 10 Oktober 2011. Camp Biocita dan Alumni HMBF FPMIPA UPI
Selalu menyenangkan bisa berkenalan dengan kawan-kawan baru, melihat wajah-wajah baru. Dan di sinilah kami dua hari terakhir ini: di sebuah acara orientasi mahasiswa baru jurusan Pendidikan Biologi FPMIPA UPI 2015. Kalau tak salah jumlah pesertanya 200-an orang. Termasuk mahasiswa baru, panitia, senior, alumni dan para dosen. Ah, menyenangkan sekali. Bukan saja untuk melihat dan mengenal para mahasiswa baru, tapi juga adik-adik kelas saya dulu. Terutama mereka yang baru masuk kampus setelah angkatan 2007. Banyak sekali wajah-wajah baru di situ.

Saya ajukan jabat tangan ke sebanyak mungkin orang yang saya temui. Mencoba mengenal mereka satu-per-satu lebih jauh lewat cerita dan interaksi sederhana. Kami bernyanyi bergantian, berkisah tentang apapun lalu tertawa, atau berdiam juga bersama. Beberapa masih terlihat malu-malu, beberapa terlihat sangat lincah, beberapa berusaha se-biasa saja. Saya ikuti saja. Toh, perkawanan umumnya memang memerlukan waktu kan ya, heheu.

Saat sempat, saya mencoba menularkan sebuah konsep kepada para panitia, senior dan alumni yang lain agar mahasiswa baru di acara ini jangan menjadi pihak yang tertekan terus-terusan. Di beberapa kesempatan, saya ceritakan bahwa saat berinteraksi singkat dengan para mahasiswa baru, saya merasa mereka bahkan tak terlalu “berani” melihat saya. Mereka hanya akan menjawab pertanyaan saya seperlunya sambil tersenyum yang agak dipaksakan, lalu berusaha secepat mungkin untuk pergi. Saya rasa, mereka tak merasa nyaman. Dan tentu, saya bisa memaklumi itu. Saya pikir, bila mahasiswa baru ini lebih dibiarkan sedikit menjadi diri mereka sendiri, maka acara ini akan jauh lebih menyenangkan. Akan lebih banyak tawa dan kebahagiaan yang dilahirkan. Saya yakin sekali.

Dan bukan pula berarti saya menginginkan kata “senioritas-junioritas” dihilangkan. Dan bukan pula saya menginginkan agar acara-acara seperti ini bebas dari kata-kata bentakan dari para senior. Rasanya kamu pasti tahu, bahwa saya menyukai ide pembagian senior-junior. Dan bentakan-bentakan senior, saya nilai, adalah sebuah bumbu yang krusial di acara seperti ini. Dan saya setuju itu, saya pikir itu menyenangkan baik dari sisi senior maupun junior. Meski banyak sekali kawan-kawan di luar sana yang tidak menyukai konsep junior-senior dan bentakan di masa orientasi, tapi saya pikir di sini saya sedikit berseberangan dengan mereka, heheu. Sedangkan ide yang saya maksudkan tadi adalah: masalah porsi. Porsi dimana senior tak melulu bertindak seperti bos, dan junior tak melulu merasa tertekan. Itu saja. Dan membentak, saya pikir bukan masalah. Kebanyakan orang terlalu asik melihat “bentakan” dari sisi negatifnya saja, dan saya pikir mereka berpikir terlalu partial. Ah, biar saja, toh berkawan bukan berarti harus melulu saling setuju kan ya? :p

Saya juga pernah menjadi junior seperti para mahasiswa baru yang saya lihat di tempat ini. Dibentak sana-sini oleh senior, disalahkan ini dan itu. Kesalahan saya dicari-cari lalu dieksploitasi, dan lain-lain. Saya masih mengingat hampir semua bagian dari masa-masa itu. Dan saya pikir masa-masa itu adalah salah satu moment terbaik saya berinteraksi dengan para senior. Jujur, bila memungkinkan, saya malah ingin mengulangi lagi moment itu. Heheu.

Dan di bawah bayang api unggun yang menyala perlahan, lamunan ini saya lepaskan. Menatap gelap di perbukitan sekeliling Bumi Perkemahan Gambung dan ribuan bintang yang berkedip-kedip di antara seduhan kopi hangat dalam gelas plastik. Atau mendengar nyanyian riang dari para panitia beserta kawan-kawannya di sebelah sana. Juga gemerincik aliran sungai beradu bebatuan sungai di bawah situ, beserta barisan tenda-tenda kecil yang sudah terlihat gelap, saya layangkan harap. Agar berbahagialah mereka menikmati hari-hari ini. Agar bergembiralah mereka menyambut memori orientasi perkuliahan yang akan segera melekat di ingatan mereka sampai jauh hari nanti.

Gambung, Ciwidey, 9-11 Oktober 2015