Minggu, 02 Desember 2018

Titip Rindu buat Ayah

2014
Rasanya hatiku luluh, Nak, saat kudengar alunan lagu “Titip Rindu Buat Ayah” milik Ebiet G Ade dari seorang penyanyi jalanan berwajah tenang di siang Cikarang yang basah ini. Apakah kau tahu, Nak, bahwa aku merindukan lelaki kuat dan penuh kebanggaan di sudut Bengkulu itu. Dengan segenap cerita keseharian yang pernah kami jalani, atau bagaimana dia memarahiku saat aku berbuat salah, atau sesekali saat aku berhasil membuatnya bahagia dan tertawa terbahak bersama-sama, atau saat aku membuatnya sedih hingga menangis. Semuanya, Nak, semuanya. Dan aku melihatnya sebagai roman cerita yang selalu menyenangkan. Roman cerita yang mungkin nanti akan kuceritakan banyak padamu, tentang sosok lelaki sederhana yang kupanggil Ayah, dan orang yang sama saat kau menyebut Akas.

Aku sendiri sekarang adalah seorang ayah. Dapatkah kau bayangkan betapa luar biasa dan membanggakannya hal itu? Bila sekarang tidak, maka mungkin nanti. Untuk melihat bagaimana darah dagingku sendiri tumbuh dengan sehat, kuat dan prima. Untuk nanti membuat cerita keseharian kita sendiri, untuk memarahimu saat kau berbuat salah, atau mungkin untuk dibuat bahagia olehmu nanti, atau untuk dibuat sedih yang luar biasa hingga akhirnya menangis. Kupikir aku akan menjalani semua itu dengan bahagia dan rasa syukur yang banyak sekali. Dan semoga juga, kaupun begitu. Hingga nanti saat kau tumbuh besar dan dewasa, kuharap kau pun akan merindukan aku sebesar itu.

Waktu adalah suatu hal yang ajaib, Nak. Diajarkannya kita semua tentang makna hidup dan kehidupan itu sendiri. Baik sekilas lalu, atau dengan lembutnya seperti tiup angin di belakang rumah kami di seberang sana, atau sekeras karang-karang terkuat yang pernah ada. Dimana kita terlahir di rahimnya, hidup di antaranya, dan mati di atasnya.  

Cikarang, Desember 2018