Minggu, 29 Desember 2013

Perjalanan Menuju Tahun Baru

Ransel menuju Kepulauan Seribu sampai 2014 datang
Siang ini, lepas menyantap makan siang di rumah makan padang di depan sana, saya bersiap-siap. Memasukkan beberapa perlengkapan khusus dan umum seperti kamera, lotion anti-nyamuk, perlengkapan mandi, serta beberapa lembar baju dan celana yang kiranya akan diperlukan 3 hari ke depan ke dalam sebuah ransel hijau-abu pudar kapasitas 20 liter. Ya, rencananya saya akan mengikuti trip ke Kepulauan Seribu yang diselenggarakan oleh sebuah tour organizer. Sembari menyambut perayaan tahun baru, saya pikir tak ada salahnya, saya tutup akhir tahun ini dengan sebuah perjalanan singkat yang semoganya menyenangkan.

Saya tak terlalu berminat dengan istilah perayaan tahun baru. Bagi saya itu sama saja dengan hari-hari yang lain. Dan saya tak punya rencana khusus akhir tahun ini. Sebelumnya, saya pikir saya hanya akan menghabiskan akhir tahun di Bandung dengan beberapa kawan dan seorang kakak yang manis untuk sekedar minum kopi di mana saja. Sedang ide liburan ini datang dari seorang kawan lama yang sudah lebih 10 tahun tak bertemu. Perjumpaan kami itu di empat hari yang lewat, saat sore itu kami minum kopi di daerah Semanggi. Dia mengajak dengan antusias, khas sekali dari seorang kawan lama. Dia paparkan singkat rencananya, bahwa dia akan ikut ke acara itu bersama istrinya. Dan sepertinya, dia akan senang kalau sekiranya saya juga bisa ikut. Sesegera mungkin saya sanggupi tawarannya. Saya lihat dia tersenyum senang.

Tujuan saya ke Kepulauan ini tak lebih dari merenung. Walau sebenarnya saya bisa merenung di mana saja, tapi kehadiran seorang kawan lama di dekat saya adalah sebuah nilai yang berbeda. Juga mungkin nanti mengenal beberapa kawan-kawan baru di perjalanannya, sepertinya bisa membuat semuanya lebih asik. Dengan tiup angin khas laut jawa, mungkin nanti saya akan berpikir bahwa memang seharusnya saya berada di tempat itu waktu itu. Tak lebih, tak kurang. Meski sebenarnya saya tak pernah tahu pasti juga kiranya apa yang saya cari ke tempat itu. Mungkin hanya penggal obrolan khas kawan lama, atau titipan-titipan kawan yang dipesan dan kadang tak masuk akal, atau mencari sesuatu yang memang tak ada atau mungkin tak berbentuk. Ya, begitulah cara saya menikmati suatu perjalanan. Aneh bagi sebagian orang mungkin, tapi saya yakin ada beberapa pula yang mengerti. Karena saya percaya, tiap orang tak pernah diciptakan sedemikian berbedanya dari yang lain.

Selamat ber-akhir tahun. Selamat bagi yang merayakan. :)
Cikarang, 29 Desember 2013

Jumat, 27 Desember 2013

Muhammad Haikal Sedayo (1)

Ada seorang anak yang menonjol di kelas kami dulu, di sebuah kelas unggulan sekolah favorit di kota kami, SMP Negeri 1 Curup. Muhammad Haikal Sedayo namanya. Kami biasa memanggilnya Haikal saja. Saya ingat, si kidal ini selalu duduk di barisan belakang kelas, tempat para penjahat-penjahat cilik sekolah biasa duduk. Jumlah kami di kelas ini mungkin sekitar 40 orang, saya lupa persisnya. Tapi saya pikir, secara tak formal, anak-anak di kelas unggulan inipun bisa dibagi lagi menjadi beberapa kelompok: yang lebih pintar, yang sedang, dan yang sedikit bodoh. Dengan besar hati, saya berani mengakui bahwa saya ada di kelompok yang sedikit bodoh. Sedang Haikal, saya pikir dia termasuk di kelompok yang sedang. Saya pikir begitu.

Ya, saya sebut dia adalah seorang yang menonjol di kelas unggulan kami tadi, tapi bukan karena dia sangat pintar. Di mata saya dan kawan-kawan dekat saya dulu, dia adalah seorang yang berbeda dari kebanyakan anak di kelas ini. Kami pikir, Haikal dan beberapa kawan dekatnya dulu sedikit aneh. Mereka seperti sedikit lebih cepat “dewasa” dibanding kami. Mereka sudah lebih senang berbicara tentang “cewe kecengan”nya, sedang kami saat itu belum terlalu banyak berpikir tentang hal-hal semacam itu. Selain itu, mereka juga nakal. Mereka sering berkelahi. Beberapa kali kami mendengar bahwa Haikal dan kawan-kawannya berkelahi, baik di dalam ataupun di luar sekolah. Waktu itu, kami tak pernah terlalu mau tahu apa penyebab perkelahiannya itu. Kami lebih tertarik untuk membicarakan hasil pertandingan klub-klub sepakbola serie-A Italia, bicara makanan kantin yang enak, guru yang menyebalkan, dan lain-lain, tapi tidak tentang cewe atau perkelahian. Dulu kebanyakan kami menganggap itu adalah hal yang aneh.

Tapi yang menarik adalah dia tak pernah mencari perkara di dalam kelas. Dia tak pernah bersikap menyebalkan kepada kami. Dia bukan tipe orang yang suka petantang-petenteng di depan orang yang lebih “tak berdaya” dibanding dia. Selain itu, dia juga selalu mau bila kami mengajaknya bermain bola di lapangan sepulang sekolah. Malah, sekali-kali dia juga pernah membantu kami. Saya masih ingat betul waktu itu saya dan seorang kawan sebangku pernah dimarahi oleh seorang guru fisika. Saya dan kawan sebangku tersebut dihukum mengerjakan soal fisika di papan tulis. Dan tentu saja kami tak bisa mengerjakan soal tersebut. Jadi waktu itu kami hanya diam saja mematung di depan kelas sambil mengotrat-otret tak jelas di papan tulis itu. Dan saat guru fisika tersebut pergi sebentar dari ruang kelas, tiba-tiba Haikal maju ke depan dan memberikan kami jawabannya di secarik kertas. Saya ingat sekali kejadian itu. Tapi anehnya, entah kenapa, kami tetap tak menyukai Haikal. Kami tetap berpikir dia adalah anak kriminal yang terlalu banyak bicara tentang cewe dan perkelahian.

Di suatu hari, kalau tak salah dekat ujian kelulusan SMP, kami mendengar kabar bahwa Haikal tengah dirawat di rumah sakit, dan tak bisa ikut sekolah dulu. Kabarnya, kemarin malam dia ikut tawuran, dan tangan kirinya terkena bacokan pedang karena menghindari sabetan yang mengarah ke kepalanya, kabarnya begitu. Sehingga untuk beberapa lama dia tak bisa masuk sekolah untuk menjalani perawatan di rumah sakit dulu. Dan saat dia sudah masuk sekolah, dengan perban yang masih melekat di tangan kirinya, dia terpaksa menulis dengan tangan kanannya. Bayangkan saja, tulisannya saat menulis normal dengan tangan kirinya saja sudah sangat jelek, apalagi waktu itu dia menulis dengan tangan kanan, ah jelek sekali, seperti bekas cakaran ayam di tanah basah. Tapi seingat saya, dia masih menulis dengan tangan kanan saat ujian kelulusan SMP itu berlangsung.

Hingga saat kami lulus dari sekolah itu, kami tetap tak terlalu menyukai si kidal ini. Alasannya sederhana: karena dia tak terlalu mirip dengan kebanyakan kami, dia suka berkelahi!!
Cikarang, 27 Desember 2013

Selasa, 24 Desember 2013

Celoteh Keyakinan

Kadang pernah terpikir untuk me-remove orang-orang yang hobi sekali meributkan isu agama (baca: keyakinan) di akun sosial-media yang saya punya. Tapi, saya pikir, sepertinya itu tak terlalu baik juga. Jadi akhirnya saya biarkan saja. Biar mereka bicara sepuasnya, semoga saja mereka cepat cape sendiri setelahnya. Amin.

Jenisnya itu bermacam-macam. Kadang ada yang hobi sekali menyalahkan semua orang yang memiliki keyakinan berbeda dengannya, kadang membela keyakinan orang lain lalu terdengar merendahkan keyakinannya sendiri, kadang ada yang sibuk sekali ingin dilihat seperti sosok pembela keberagaman dalam berkeyakinan yang heroik. Nah, untuk orang-orang yang terakhir ini, menurut saya adalah yang paling cape deh. Dan yang lebih konyolnya lagi, kadang orang-orang ini berkomentar dengan bahasa yang sangat intimidatif, entah apa tujuannya. Ya, macam-macam. Tapi semuanya saya pikir sama membosankan. Saya kadang berpikir, mungkin sebaiknya orang-orang ini berbicara pada batu raksasa di gunung kapur saat tengah malam saja. Biar mereka merasa menang karena si batu raksasa hanya terdiam, lalu merasa puas sendiri, dan tertidur karena keletihan. Oh, damainya dunia saat mereka sedang tertidur. Heheu.

Seperti yang sudah ratusan kali saya sampaikan sebelumnya bahwa saya tak terlalu suka bicara tentang keyakinan, apalagi untuk mendebatkannya. Hingga saya pernah beberapa kali disebut tak mempercayai Tuhan karenanya, atau tentang garis-garis semu lain yang mereka ciptakan sendiri. Bila seperti ini, saya tak akan pernah balas mengomentari, cukup senyum-senyum saja. Bila menurut mereka hal itu adalah mengasah kemampuan berpikir, menurut saya ini jelas-jelas buang waktu.

Tapi ya jangan dianggap terlalu serius. Ini cuma celoteh asal-asalan saya saja. Aslinya saya hanya akan membiarkan mereka bicara sepuasnya, tentang apa saja. Seperti juga saya membiarkan saat saya sedang ingin bicara semaunya, tepat seperti saat ini. :D
Cikarang, 24 Desember 2013

Senin, 23 Desember 2013

Petunjuk Penggunaan Masker

Nih ya, bagi bapak-bapak yang mau nyoba maskeran, gw kasitau petunjuk penggunaannya. Petunjuk penggunaan ini gw dapat dari Mbak Yo, karena di kemasan maskernya, petunjuk penggunaannya ditulis dalam bahasa yang ga gw ngerti. Jadi kabarnya begini:

Cuci muka lu bersih-bersih, jangan ampe masih ada bekas sambel sisa pecel lele tadi nempel di pipi lu. Keringin muka lu (optional: pake kanebo). Buka kemasan masker dan pasang ke muka lu dalam posisi tidur (ini asli di luar perkiraan, gw pikir masker-an tuh bisa sambil merokok Djarum Super 2 batang dan minum kopi pahit. Ini ga bisa, alias salah kaprah, soalnya masker lu bisa jatoh nyangkut di rokok, jadi heboh dan berabe semuanya. Jadi jangan!). Biarin masker nemplok di muka lu sekitar 20 menit, copotin maskernya dan buang ke tong sampah terdekat. Setelah itu biarin aja muka lu, jangan dicuci langsung. Lebih bagus lagi kalo lu ga cuci biar vitaminnya nyerep ke muka lu (aseeekkk, :D). Tapi katanya kalo lu ga betah (rada lengket soalnya), gapapa lu bilas aja muka lu pake aer setelah 1 jam-an. Abis tu, lu bisa tidur dengan nyaman dan bermimpi semua hal indah.

Sekian bapak-bapak. Terima kasih.
Siappp grakkk!!
Cikarang, 23 Desember 2013

Hari Ibu

Saya pikir, adalah normal bagi seorang lelaki, saat dia berbicara tentang seorang wanita, maka sebenarnya dia tengah berbicara tentang sosok ibunya. Meski dengan semua upaya dia berusaha menyangkal, tapi sebenarnya dia tahu, bahwa yang disebutnya sebagai wanita adalah ibunya. Setidaknya, sejauh ini, menurut saya begitu. Dan timbul pertanyaan kini: “apakah nanti pemahaman itu akan berubah saat saya sudah memiliki istri atau anak perempuan? Apakah nanti saya akan menyebut yang dimaksud dengan wanita adalah istri atau anak perempuan saya?” Pastinya saya tak tahu. Tapi seandainya saya boleh meminta pada Sang Pembolak-balik Hati, maka sepertinya saya akan meminta untuk membiarkan saja pemahaman saya seperti itu, jangan diubah. Semoganya nanti benar bisa begitu.

Saya pikir lagi, hubungan ibu dan anak itu jauh lebih rumit sekaligus juga jauh lebih sederhana bila dibandingkan dengan hubungan horizontal yang lain. Bahkan hubungan ayah dan anak sekalipun. Itu seperti sesuatu yang susah dijelaskan dengan bahasa apapun. Yang mungkin hanya bisa dirasakan dengan bahasa sorot mata saat sang ibu menatap lekat pada sang anak yang tengah tertidur pulas di atas kasurnya yang sederhana dan nyaman sekali, dalam bahasa kecup dan doa-doanya yang panjang dan khas sekali. Seperti sang anak merasakannya saat dia tengah tertidur pulas, sedang sang ibu merasakannya saat dia sepenuhnya terjaga. Ya, mungkin seperti itu.

Dan hari ini, yang kalau tak salah katanya adalah hari ibu, saya mencoba berdiam dulu sejenak. Mencoba merenungkannya dulu barang sebentar, sebelum mengucapkan selamat hari ibu kepada siapapun. Baru setelahnya, mungkin akan jadi sangat baik, bila sekarang saya kirimkan sebuah ucapan selamat yang sederhana saja kepada (Almh) ibu saya di belahan sana. Semoga benar dia bisa mendengarnya, lalu merasa lebih senanglah dia karenanya. :)

Selamat hari ibu, Bu. Senang-senanglah di sana, saya doakan dari sini. ;)
Cikarang, 22 Desember 2013