Senin, 23 Desember 2013

Hari Ibu

Saya pikir, adalah normal bagi seorang lelaki, saat dia berbicara tentang seorang wanita, maka sebenarnya dia tengah berbicara tentang sosok ibunya. Meski dengan semua upaya dia berusaha menyangkal, tapi sebenarnya dia tahu, bahwa yang disebutnya sebagai wanita adalah ibunya. Setidaknya, sejauh ini, menurut saya begitu. Dan timbul pertanyaan kini: “apakah nanti pemahaman itu akan berubah saat saya sudah memiliki istri atau anak perempuan? Apakah nanti saya akan menyebut yang dimaksud dengan wanita adalah istri atau anak perempuan saya?” Pastinya saya tak tahu. Tapi seandainya saya boleh meminta pada Sang Pembolak-balik Hati, maka sepertinya saya akan meminta untuk membiarkan saja pemahaman saya seperti itu, jangan diubah. Semoganya nanti benar bisa begitu.

Saya pikir lagi, hubungan ibu dan anak itu jauh lebih rumit sekaligus juga jauh lebih sederhana bila dibandingkan dengan hubungan horizontal yang lain. Bahkan hubungan ayah dan anak sekalipun. Itu seperti sesuatu yang susah dijelaskan dengan bahasa apapun. Yang mungkin hanya bisa dirasakan dengan bahasa sorot mata saat sang ibu menatap lekat pada sang anak yang tengah tertidur pulas di atas kasurnya yang sederhana dan nyaman sekali, dalam bahasa kecup dan doa-doanya yang panjang dan khas sekali. Seperti sang anak merasakannya saat dia tengah tertidur pulas, sedang sang ibu merasakannya saat dia sepenuhnya terjaga. Ya, mungkin seperti itu.

Dan hari ini, yang kalau tak salah katanya adalah hari ibu, saya mencoba berdiam dulu sejenak. Mencoba merenungkannya dulu barang sebentar, sebelum mengucapkan selamat hari ibu kepada siapapun. Baru setelahnya, mungkin akan jadi sangat baik, bila sekarang saya kirimkan sebuah ucapan selamat yang sederhana saja kepada (Almh) ibu saya di belahan sana. Semoga benar dia bisa mendengarnya, lalu merasa lebih senanglah dia karenanya. :)

Selamat hari ibu, Bu. Senang-senanglah di sana, saya doakan dari sini. ;)
Cikarang, 22 Desember 2013

Tidak ada komentar:

Posting Komentar