Setahun sudah, Nak. Dan sebegitu banyak cerita yang kusimpan
di selang waktu tiga ratus enam puluh lima hari ini, yang semoganya akan terus
berlanjut sampai jauh, kuharap begitu. Juga diiring doa-doa agar kau senantiasa
sehat, berteriak yang kuat, tidur yang lelap, makan dan minum yang banyak. Walau kadang
nanti tak akan terus seperti itu, tapi bukan masalah. Sedih, marah, sakit, tak
akan seburuk yang kau bayangkan. Semuanya adalah cerita keseharian yang tetap
harus kau jalani dan syukuri segenap hati. Untuk kemudian kau bisa kembali
prima, siap tertawa lagi. Menyadari bahwa hidup ini jauh lebih besar dari rasa
sedih, marah atau sakitmu yang sekali-kali.
Kita bertemu di selang waktu tiga puluh satu tahun semenjak
aku dilahirkan di penjuru Bengkulu. Dan ternyata, aku harus menunggu rasa
bahagia yang sebesar itu selama tiga puluh satu tahun pula. Seperti juga nanti
milikmu, jalan hidupku dipenuhi intrik dan rasa bahagia yang banyak, Nak. Tapi
menjumpaimu di satu tahun yang lalu itu adalah hal yang benar berbeda.
Ternyata pada akhirnya aku bertemu sesuatu yang lebih sempurna dari diriku
sendiri. Berulang kali, di jauh malam, saat memandang lelapmu yang diam-diam,
aku merasa tak habis pikir. Bagaimana bisa Tuhan menciptakan satu mahluk
sebagus ini? Bagaimana bisa? Timbang-menimbang, dan pertanyaan
itu berputar dan mengantarku menuju ke alam tidur menyusulmu.
Sedang hembus angin yang masuk ke dalam rumah kita ini
adalah nafas Tuhan yang tengah bahagia-bahagianya, Nak. Dihantarkannya
gelombang teriakanmu itu sampai ke telingaku dengan ringannya. Saat aku melihat
ke arah datangnya, ternyata kau sedang senyum-senyum yang tak kuketahui karena
apa. Sesekali aku menyambutnya dengan pertanyaan-pertanyaan singkat, tapi
seringnya, aku hanya diam saja memperhatikanmu tanpa bertanya. Berikutnya
kau ulangi lagi teriakan serupa, dan aku mulai tertawa. Tawa yang juga tak
kupahami timbul karena apa. Tapi siapa peduli, aku tak pernah berniat memahami
semuanya. Aku hanya berusaha menikmati hidupku dengan bahagia. Itu saja.
Dan pagi ini adalah sebuah cerita lanjutan dari
persinggungan jalan yang kita lewati. Kupahami saja itu sebagai titik singgung
yang mungkin memang ditakdirkan bertemu jauh sebelum aku dan kau terlahir dengan
gembira di planet ini. Maka kita rayakan saja sekarang. Keluarkan teriakanmu
yang paling kuat, dan akan kujawab dengan tarian berputar mengelilingi kamu juga ibumu. Begitu sampai habis
harinya nanti, terus lelah, lalu terlelap.
Selamat pagi dan ulang tahun, Nak.
Untuk Langit jingga dan mainan pesawatnya yang merah dan istimewa
Cikarang, 2 Oktober 2018
Tidak ada komentar:
Posting Komentar