Jadi teringat. Beberapa hari atau minggu yang lewat, secara
tak sengaja, saya berada di antara beberapa orang kawan yang sedang bergerombol membicarakan tentang seberapa sebalnya mereka terhadap posting-postingan
kawan-kawannya di media sosial yang selalu bersifat rasial dan merasa paling
paham agama, saling mengkafirkan satu sama lain. Belum lagi ditambah dengan sebaran berita-berita hoax yang dengan semangat mereka
sebarkan tanpa berpikir. “Mungkin biar
dinilai oleh orang lain sebagai sosok pintar dan kritis kali ya, padahal ….”
ujarnya bertambah nyinyir bercampur rasa puas dan emosi. Yang singkat kata, setelah saling
berdebat beberapa kali di media sosial, akhirnya beberapa dari kawan tersebut memilih untuk saling
meng-unfriend. “Biar aja, berkurang satu-dua-tiga-empat kawan di media sosial juga ga
masalah” ujar salah satu dari kawan tersebut berkomentar pedas dan tegas. Terdengar
pula aminan dari beberapa kawan yang lain tanda setuju. Lalu disambung lagi,
membahas lagi, tak ada habisnya, sahut-sahutan saling menimpali.
Saya masih asik saja menonton televisi, sama sekali belum (atau
tidak) tergoda mengomentari obrolan-obrolan itu. Saya pikir bahasan mereka
kurang menarik, jadi saya memilih diam saja, atau sesekali mengalihkan bahasan
ke hal-hal berbau humor yang lain, yang sayangnya tak mereka tanggapi sama
sekali. Sepertinya mereka menganggap bahasan humor saya tadi itu kurang menarik
mungkin, hahaa. Ternyata memang ketertarikan setiap orang itu berbeda ya. Dan memang ada orang-orang tertentu yang lebih
suka berdebat sumpah-serapah. Saya masih tertawa, walau tak digubris
sama-sekali. Bukan masalah, saya sudah cukup berbahagia dengan cerita humor
saya sendiri.
Hingga di satu detik, saya ditanya: “emang lu ga ada temen di media sosial yang kaya gitu?”. Saya jawab
singkat: “ga ada kayanya”. “Ah masa? Ada kok temen lu yang kaya gitu, gw
sering baca”, sanggahnya cepat sambil memancing. Saya tertawa terbahak-bahak
dan membuat mereka sedikit bingung perihal apa yang saya tertawakan. “Jadi gini, kemampuan berpikir gw tuh jauh
berada di atas kalian-kalian dan mereka-mereka yang kalian ceritain dari tadi. Gw
pikir level pikiran kalian dan mereka yang kalian obrolkan dari tadi itu juga sama
aja. Makanya gw ga mau berdebat, karena bukan level gw. Tapi coba tebak,
ternyata gw masih mau temenan sama kalian, terserah kalian mau ngomong hal yang
gw setujui atau ngga, mau kalian pintar atau bodoh, kaya atau miskin. Kalian tetap
temen gw!” saya jawab dengan penuh rasa puas, kemenangan, bahagia, dan tawa
panjang ala Mak Lampir. Sebagai
balasan, respon cibiran langsung saya terima. Saya lanjut tertawa sendiri. Sambil
dalam hati berkomentar: “Ah,
terkonfirmasi sudah. Pikiran gw emang lebih maju dari kalian. Sorry to say”.
DAN AKU ADALAH MAK LAMPIR! ;)))))
Cikarang, 13 Maret 2017
Tidak ada komentar:
Posting Komentar