Ayah ingat, sedari dulu ayah suka
sekali lagu ini, Bang. Liriknya sederhana, empuk, ramah. Tembang pujian milik Bimbo
yang diaransemen dengan kuat dan hikmat oleh grup band GIGI di 2006. Bagus
sekali. Ngomong-ngomong, dulu di kampung, ayah pernah ikut tampil memeriahkan
Ramadhan memukul-mukul rebana menyanyikan lagunya bersama kawan-kawan sekelas
di Sekolah Dasar. Rasanya Ayah masih punya fotonya di album lama di rumah merah
jambu itu. Ah, menyenangkan sekali untuk mengingatnya kembali. Kuharap kaupun akan
memiliki memori tentang nikmatnya menjalani bulan penuh rahmat ini, tentunya
dengan kawan-kawanmu sendiri nanti.
***
Ya, rasanya dulu Ramadhan terasa begitu sakral bagi kami
warga kampung di lembah Kaba-Basah itu. Meski itu berarti kami tak akan mandi
mentari sebebas hari-hari biasa di sepanjang pematang sawah yang berbaris
hingga kaki bukit Basa. Kami semua berpuasa, dan sinar mentari itu berarti haus
yang akan menyerang. Dan di lingkungan kami saat itu, tidak berpuasa berarti
harus siap menerima ejekan kawan sepermainan. Atau sorenya yang kuhabiskan
dengan mendatangi rumah guru mengaji untuk belajar membaca kitab suci dan
mendengar kisah Lailatul Qadar yang sudah disampaikan lagi dan lagi, tapi tak
pernah membosankan. Dan selepasnya, aku akan bermain sepuasnya menunggu bedug
magrib itu akhirnya datang, lalu berbuka di bawah terang lampu bersama ayah,
ibu dan kakakku di rumah kami yang menenangkan.
Untuk tarawih, harus kutulis dalam paragraf sendiri. Karena
bagiku, Ramadhan adalah tentang tarawih. Saat pengeras suara dari masjid di pinggir
saluran irigasi besar itu sudah memperdengarkan lantunan ayat suci menjelang waktu
isya, itu artinya aku akan keluar rumah mencari kawan-kawanku di sepanjang
jalan raya. Dengan kain sarung dan peci hitam di atas kepala, berlari-larian
menuju masjid sambil tertawa-tawa. Dan tarawih kami adalah 23 rakaat, kira-kira
menghabiskan waktu 1.5 jam, tanpa ceramah. Ya, di masjid kami jarang sekali ada
ceramah Ramadhan. Kami habiskan semua waktunya tunaikan 23 rakaat itu saja. Dan
saat waktu mendekati jam 9 malam, maka itu berarti tarawih kami akan segera
selesai, dan kami akan segera pulang, sambil membuat janji dengan kawan-kawan
tadi untuk berkumpul di sepanjang jalan menjelang sahur. Dan hari itu habislah
seperti itu. Hingga akhirnya Ramadhan akan segera usai, dan bahasan kami akan
berubah berkisar tentang: lebaran yang sebentar lagi datang. Ya, lebaran
sebentar lagi. Lebaran sebentar lagi.
***
Seperti halnya kita di hari ini, Bang, tentang lebaran yang sebentar
lagi. Waktunya kabarkan saat meraih kemenangan itu sekarang segera
datang.
Jakarta, penghujung
Ramadhan 1442 H
Tidak ada komentar:
Posting Komentar