Sore yang menyenangkan. Saat diskusi soft skills yang kami lakukan bersama-sama kawan-kawan kantor tadi sempat
singgah sebentar di satu bagian yang tak terencanakan, yaitu saat si presenter
bertanya tentang satu kata yang saya tuliskan di lembar isian yang dia
sediakan: kontemplasi. Sepertinya hampir semua peserta diskusi yang terdiri
dari 20 peserta itu tak ada yang tahu arti dari kata kontemplasi. Saya jawab
singkat: “semacam merenung”. Dan beberapa jam kemudian, tiba-tiba saya terpikir untuk menuliskan sedikit penjabarannya di blog yang sudah hampir satu
bulan terakhir ini tak pernah saya perbarui. :)
***
Oxford Dictionary menuliskan contemplation sebagai: religius
meditation, a form in which a person seeks a direct experience of the divine.
Asal katanya adalah contemplate, yang
bermakna: look at thoughtfully. Sedangkan
Kamus Besar Bahasa Indonesia mengartikan kontemplasi sebagai: renungan dengan
kebulatan pikiran atau perhatian penuh.
Hmm, sepertinya saya belum bisa menjelaskannya dengan gamblang. Tapi mungkin beberapa contoh berikut bisa membantu:
Apa yang kamu pikirkan saat duduk seorang diri di tepi
sebuah pantai menghadap lautan lepas? Duduklah kamu lebih lama, kemudian
rentetan pertanyaan akan muncul di benakmu sendiri, semisal: “mengapa laut sebegitu diam dari kejauhan?”,
“Siapakah orang bodoh yang mulai
mempertanyakan laut sebegitu diam pada dirinya sendiri?”, “Mengapa si bodoh itu mulai menghubungkan
laut dan perasaannya yang kini tengah campur-aduk?”, “Mengapa si bodoh itu mulai melihat dirinya sendiri di kejauhan?”. Atau
sebuah jawaban untuk seseorang yang bertanya “mengapa kamu suka naik gunung?”, lalu dijawabnya: “mungkin agar bisa melihat sesuatu dengan lebih luas”.
Dan mungkin aplikasi termudah dari kata ini adalah saat orang
menunjuk karya-karya Bob Dylan dan Alexi Murdoch sebagai contoh terbaik untuk
disebut sebagai lagu-lagu kontemplatif (contemplative
songs). Atau saat Ebiet G. Ade menulis:
“Aku menunggu hujan
turunlah, aku mengharap badai datanglah, gemuruhnya akan melumatkan semua,
kupu-kupu kertas!” – Kupu-kupu Kertas, Ebiet G Ade (1995).
Cikarang, 28 Agustus 2015
Tidak ada komentar:
Posting Komentar