Dari sebuah obrolan yang singkat-singkat di dunia maya, ternyata kamu bisa
menghela nafas dalam-dalam, tanda hatimu tengah dihantam sesuatu. Terbanglah menuju
jutaan kilas peristiwa di waktu-waktu yang lewat, lalu berdiamlah sedikit lebih
lama. Banyaknya tentu lahirkan senyummu mengembang selebar-lebar, dan kamu merasa
bahagia yang banyak. Teringat semua yang pernah terjadi dulu, dan apa saja. Kamu
bisa sebutkan semuanya hingga tersengal, tawa terpingkal, sedih yang tak lagi
ditutupi, ah, apa saja. Meski akhirnya kamu kembali tersadar bahwa hari sudah
berganti, bulan sudah berganti, tahun sudah berganti.
Dan reguk kopimu di panas jumat ini adalah sebuah cerita. Saat
matahari lewat di ubun-ubun menuju penghujungan, dan sapaan pemilik warung yang
tengah merasa gerah. “Uh, ga ada angin sama
sekali, Mas ya?” ujarnya singkat beramah-tamah diiring senyum yang selalu sama.
Kamu hanya tersenyum, dan dia berlalu mengangkat deretan gelas-gelas kotor menuju
tempat pencucian di belakang sana. Sedang kamu semakin gelisah. Meski kamu pun
pasti mengerti bahwa sebenarnya kegelisahaan itu adalah pertanda yang baik
menuju tahapan yang selanjutnya: bahwa kau mulai mempertanyakan semua. Yang meskipun
tahu, tapi kamupun sadar, bahwa menjalaninya tak pernah berarti sebuah perkara
yang mudah. Ah, jauh sekali dari itu.
Bila mengingat balik, maka kamu akan melintasi lagi tanah luas berundak di Kampung Pelukis itu, di beberapa tahun yang silam. Saat itu melihat
Bandung dari selatan jauh dan mataharinya yang menyengat. Mulailah melihat
jutaan visi yang megah, dan rasanya jauh sekali. Kamu sadar waktu itu, bahwa cerita
hidup adalah sebuah misteri. Seperti juga reguk minuman kemasan yang dibawa
dari bawah sana menuju tempat kamu berdiri saat ini. Sama saja. Sebenarnya sama
saja.
Kamu bisa mengenal ribuan wajah dan tingkah laku dari
siapapun yang kamu temui. Tak lepas pula dari mereka di masa lalu, tak lepas
dari mereka di saat ini, tak lepas dari mereka di masa depan. Karena nyatanya
kamu hidup di kerumitan dimensi waktu.
Kamu bisa menyelam di ribuan tempat manapun yang pernah
disinggahi. Tak lepas dari tempat-tempat di masa lalu, tak lepas dari
tempat-tempat di saat ini, tak lepas dari tempat-tempat di masa depan. Karena nyatanya
kamu menyatu di pekatnya dimensi ruang.
Kamu bisa berinteraksi di ribuan kejadian pernah terlewat. Tak
lepas dari semua yang terjadi di masa lalu, tak lepas dari semua yang terjadi
di saat ini, tak lepas dari semua yang akan terjadi di masa depan. Karena nyatanya
kamu adalah sebuah jiwa yang selalu takut bila harus sendiri.
***
Halo, aku adalah dirimu dari raut malas yang sepi-sepi. Semakin
mengenal diriku lewat obrolan-obrolan yang singkat bersama siapapun dalam
dimensi ruang-waktu-kejadian adalah sebuah pilihan. Meski belum bosan kau
kuajak berdiskusi bahwa kita tak hanya hidup di masa kini saja, melainkan juga
di masa lalu dan masa depan. Di dimensinya kita belajar tentang banyak hal –dari
semua hal: "baik dan buruk". Karena sepertinya hidup tak pernah dibagi menjadi
baik dan/atau buruk. Hmmm, sepertinya hidup adalah sesuatu yang lebih
sederhana. Mungkin hidup dan kehidupan itu sendiri sebenarnya tak pernah
terbagi dalam pembagian apapun. :)
Cikarang, 27 Februari 2015
Tidak ada komentar:
Posting Komentar