Jumat, 27 Februari 2015

Hari Bulan Tahun

Dari sebuah obrolan yang singkat-singkat di dunia maya, ternyata kamu bisa menghela nafas dalam-dalam, tanda hatimu tengah dihantam sesuatu. Terbanglah menuju jutaan kilas peristiwa di waktu-waktu yang lewat, lalu berdiamlah sedikit lebih lama. Banyaknya tentu lahirkan senyummu mengembang selebar-lebar, dan kamu merasa bahagia yang banyak. Teringat semua yang pernah terjadi dulu, dan apa saja. Kamu bisa sebutkan semuanya hingga tersengal, tawa terpingkal, sedih yang tak lagi ditutupi, ah, apa saja. Meski akhirnya kamu kembali tersadar bahwa hari sudah berganti, bulan sudah berganti, tahun sudah berganti.

Dan reguk kopimu di panas jumat ini adalah sebuah cerita. Saat matahari lewat di ubun-ubun menuju penghujungan, dan sapaan pemilik warung yang tengah merasa gerah. “Uh, ga ada angin sama sekali, Mas ya?” ujarnya singkat beramah-tamah diiring senyum yang selalu sama. Kamu hanya tersenyum, dan dia berlalu mengangkat deretan gelas-gelas kotor menuju tempat pencucian di belakang sana. Sedang kamu semakin gelisah. Meski kamu pun pasti mengerti bahwa sebenarnya kegelisahaan itu adalah pertanda yang baik menuju tahapan yang selanjutnya: bahwa kau mulai mempertanyakan semua. Yang meskipun tahu, tapi kamupun sadar, bahwa menjalaninya tak pernah berarti sebuah perkara yang mudah. Ah, jauh sekali dari itu.

Bila mengingat balik, maka kamu akan melintasi lagi tanah luas berundak di Kampung Pelukis itu, di beberapa tahun yang silam. Saat itu melihat Bandung dari selatan jauh dan mataharinya yang menyengat. Mulailah melihat jutaan visi yang megah, dan rasanya jauh sekali. Kamu sadar waktu itu, bahwa cerita hidup adalah sebuah misteri. Seperti juga reguk minuman kemasan yang dibawa dari bawah sana menuju tempat kamu berdiri saat ini. Sama saja. Sebenarnya sama saja.

Kamu bisa mengenal ribuan wajah dan tingkah laku dari siapapun yang kamu temui. Tak lepas pula dari mereka di masa lalu, tak lepas dari mereka di saat ini, tak lepas dari mereka di masa depan. Karena nyatanya kamu hidup di kerumitan dimensi waktu.

Kamu bisa menyelam di ribuan tempat manapun yang pernah disinggahi. Tak lepas dari tempat-tempat di masa lalu, tak lepas dari tempat-tempat di saat ini, tak lepas dari tempat-tempat di masa depan. Karena nyatanya kamu menyatu di pekatnya dimensi ruang.

Kamu bisa berinteraksi di ribuan kejadian pernah terlewat. Tak lepas dari semua yang terjadi di masa lalu, tak lepas dari semua yang terjadi di saat ini, tak lepas dari semua yang akan terjadi di masa depan. Karena nyatanya kamu adalah sebuah jiwa yang selalu takut bila harus sendiri.

***
Halo, aku adalah dirimu dari raut malas yang sepi-sepi. Semakin mengenal diriku lewat obrolan-obrolan yang singkat bersama siapapun dalam dimensi ruang-waktu-kejadian adalah sebuah pilihan. Meski belum bosan kau kuajak berdiskusi bahwa kita tak hanya hidup di masa kini saja, melainkan juga di masa lalu dan masa depan. Di dimensinya kita belajar tentang banyak hal –dari semua hal: "baik dan buruk". Karena sepertinya hidup tak pernah dibagi menjadi baik dan/atau buruk. Hmmm, sepertinya hidup adalah sesuatu yang lebih sederhana. Mungkin hidup dan kehidupan itu sendiri sebenarnya tak pernah terbagi dalam pembagian apapun. :)
Cikarang, 27 Februari 2015

Tidak ada komentar:

Posting Komentar