Pagi lumayan cerah untuk ukuran dua
bulan terakhir. Saat ini Jababeka sedang musim penghujan. Biasanya pagi seperti ini
suasananya mendung, sedang siang menjelang sorenya hujan akan mulai turun, bisa
gerimis saja atau sesekali hujan raya, biasanya begitu. Tapi semoganya hari ini tidak, karena
saya berencana untuk minum kopi dan mengobrol bersama kawan-kawan di pagi-siang-malam, sesempatnya saja. Mengobrolnya juga tentang apa saja. Apa
saja.
Dimulainya pagi ini dengan obrolan di sebuah warung
sederhana di dekat kantor kami, di ujung jalan itu. Bersama beberapa orang kawan, mengobrol tentang apapun. Hingga akhirnya obrolan kami bermuara pada seorang kawan yang
bercerita tentang acara ulang tahunnya kemarin-kemarin yang hanya dilangsungkan
oleh 3 anggota keluarga kecilnya; dia, istri, dan anak semata wayangnya. “Beli kue sendiri, tiup sendiri, gitu aja”, dia bercerita dengan suara sedikit direndahkan. Saya bertanya: “Kenapa saya tak diundang? Kalau saya tahu, maka
saya (inshaAllah) pasti datang”. Dia menjawab sambil tersenyum: “Tak ada makanan, keuangan kami sedang pas-pasan”. Saya sambungkan
dengan muka serius sekaligus tertawa sebaik mungkin: “Ah, jangan begitu. Nanti kalau kamu sedang ingin merayakan ulang tahun di tengah kondisi keuanganmu yang sedang pas-pasan, baiknya kamu katakan saja: ‘kawan-kawan, saya mengundang kalian
datang ke acara ulang tahun saya sore ini. Tapi saya sedang tak punya uang
banyak. Mari datang, tapi bawa makananmu sendiri-sendiri'”. Mendengar perkataan
saya itu, seorang kawan yang lain langsung berkomentar sedikit sinis: “ga akan ada yang datang! Itu hanya
mudarat! Mengundang orang datang ke acara ulang tahun, tanpa menjamu. Ngapain juga
orang mau datang”. Saya terdiam. Bertanya di dalam hati: "Mudarat apa?"
Saya yakinkan, pergolakan pikiran dan ide di dalam kepala adalah
sebuah hal yang baik. Sesuatu yang bisa membuat seseorang mengevaluasi ulang tentang
pikiran dan idenya. Saya pikir, tak ada yang salah dengan pikiran dan ide apa
dan siapapun. Bila seseorang berpikir itu baik untuk dirinya, maka silahkan
dilakukan. Tapi bila tidak, maka sebaiknya jangan. :) Seperti saya yang saat
ini tenggelam dalam lamunan di secangkir kopi dan beberapa sesap tembakau yang
hampir habis, saya menerjemahkan singkat tentang apa yang ada di dalam kepala.
Saya katakan singkat dengan tawa yang sedikit dipaksakan. “Kawan, bagaimana bila suatu saat saya
mengundangmu dengan kondisi yang persis seperti tadi? Apakah kamu akan datang?” Dia menjawab tegas: “Tidak! ngapain juga
saya datang cuma untuk duduk-duduk sambil saling lihat. Tidak!”. Jujur, sedikit
getir saya mendengarnya. Tanpa bermaksud mendebat, saya katakan pada kawan
tersebut: “Saya yakin sekali, kawan-kawan
saya yang lain akan datang, bahkan mungkin banyak. Kamu tahu kenapa saya bisa
yakin seperti itu? Karena bila saya di posisi orang yang diundang, maka saya
akan datang dengan antusias. Saya mengenal mereka dengan baik”
Saya tak pernah terlalu tertarik memandang sesuatu dengan
kacamata kebendaan. Untuk saya pribadi, saya pikir itu baik. Haaa, saya
pikir ulang tahun adalah hal yang sederhana. Bila seseorang berpikir dia akan
bahagia bila berulang tahun dihadiri oleh kawan-kawannya, maka utarakan saja. Percayalah,
kebahagiaan yang kamu rasakan bukan tentang seberapa mewah jamuan yang kamu
sajikan. Merasa bahagia adalah sesuatu yang jauh-jauh-jauh lebih sederhana dari
itu. ;)
Selamat pagi, Jababeka. :)
Cikarang, 11 Desember 2014
Menjadi bahagia itu sederhana.
BalasHapusNamun menjadi sederhana itu bukan tanpa usaha.
Mensyukuri hal-hal sederhana itu langkah pertama.
Senyum dia = sederhana.
Siapp, Om bemz, nuhun. Salam sehat. ;)
BalasHapusbaru mulai buka lagi blog, ikut berkunjung Beks.
BalasHapusMangga. Ditunggu tulisan-tulisannya, Sodara. :p
BalasHapus