Rabu, 10 Desember 2014

Pagi di Jababeka: Jamuan Ulang Tahun

Pagi lumayan cerah untuk ukuran dua bulan terakhir. Saat ini Jababeka sedang musim penghujan. Biasanya pagi seperti ini suasananya mendung, sedang siang menjelang sorenya hujan akan mulai turun, bisa gerimis saja atau sesekali hujan raya, biasanya begitu. Tapi semoganya hari ini tidak, karena saya berencana untuk minum kopi dan mengobrol bersama kawan-kawan di pagi-siang-malam, sesempatnya saja. Mengobrolnya juga tentang apa saja. Apa saja.

Dimulainya pagi ini dengan obrolan di sebuah warung sederhana di dekat kantor kami, di ujung jalan itu. Bersama beberapa orang kawan, mengobrol tentang apapun. Hingga akhirnya obrolan kami bermuara pada seorang kawan yang bercerita tentang acara ulang tahunnya kemarin-kemarin yang hanya dilangsungkan oleh 3 anggota keluarga kecilnya; dia, istri, dan anak semata wayangnya. “Beli kue sendiri, tiup sendiri, gitu aja”, dia bercerita dengan suara sedikit direndahkan. Saya bertanya: “Kenapa saya tak diundang? Kalau saya tahu, maka saya (inshaAllah) pasti datang”. Dia menjawab sambil tersenyum: “Tak ada makanan, keuangan kami sedang pas-pasan”. Saya sambungkan dengan muka serius sekaligus tertawa sebaik mungkin: “Ah, jangan begitu. Nanti kalau kamu sedang ingin merayakan ulang tahun di tengah kondisi keuanganmu yang sedang pas-pasan, baiknya kamu katakan saja: ‘kawan-kawan, saya mengundang kalian datang ke acara ulang tahun saya sore ini. Tapi saya sedang tak punya uang banyak. Mari datang, tapi bawa makananmu sendiri-sendiri'”. Mendengar perkataan saya itu, seorang kawan yang lain langsung berkomentar sedikit sinis: “ga akan ada yang datang! Itu hanya mudarat! Mengundang orang datang ke acara ulang tahun, tanpa menjamu. Ngapain juga orang mau datang”. Saya terdiam. Bertanya di dalam hati: "Mudarat apa?"

Saya yakinkan, pergolakan pikiran dan ide di dalam kepala adalah sebuah hal yang baik. Sesuatu yang bisa membuat seseorang mengevaluasi ulang tentang pikiran dan idenya. Saya pikir, tak ada yang salah dengan pikiran dan ide apa dan siapapun. Bila seseorang berpikir itu baik untuk dirinya, maka silahkan dilakukan. Tapi bila tidak, maka sebaiknya jangan. :) Seperti saya yang saat ini tenggelam dalam lamunan di secangkir kopi dan beberapa sesap tembakau yang hampir habis, saya menerjemahkan singkat tentang apa yang ada di dalam kepala.

Saya katakan singkat dengan tawa yang sedikit dipaksakan. “Kawan, bagaimana bila suatu saat saya mengundangmu dengan kondisi yang persis seperti tadi? Apakah kamu akan datang?” Dia menjawab tegas: “Tidak! ngapain juga saya datang cuma untuk duduk-duduk sambil saling lihat. Tidak!”. Jujur, sedikit getir saya mendengarnya. Tanpa bermaksud mendebat, saya katakan pada kawan tersebut: “Saya yakin sekali, kawan-kawan saya yang lain akan datang, bahkan mungkin banyak. Kamu tahu kenapa saya bisa yakin seperti itu? Karena bila saya di posisi orang yang diundang, maka saya akan datang dengan antusias. Saya mengenal mereka dengan baik

Saya tak pernah terlalu tertarik memandang sesuatu dengan kacamata kebendaan. Untuk saya pribadi, saya pikir itu baik. Haaa, saya pikir ulang tahun adalah hal yang sederhana. Bila seseorang berpikir dia akan bahagia bila berulang tahun dihadiri oleh kawan-kawannya, maka utarakan saja. Percayalah, kebahagiaan yang kamu rasakan bukan tentang seberapa mewah jamuan yang kamu sajikan. Merasa bahagia adalah sesuatu yang jauh-jauh-jauh lebih sederhana dari itu. ;)

Selamat pagi, Jababeka. :)
Cikarang, 11 Desember 2014

4 komentar:

  1. Menjadi bahagia itu sederhana.
    Namun menjadi sederhana itu bukan tanpa usaha.
    Mensyukuri hal-hal sederhana itu langkah pertama.
    Senyum dia = sederhana.

    BalasHapus
  2. Siapp, Om bemz, nuhun. Salam sehat. ;)

    BalasHapus
  3. baru mulai buka lagi blog, ikut berkunjung Beks.

    BalasHapus
  4. Mangga. Ditunggu tulisan-tulisannya, Sodara. :p

    BalasHapus