Kamis, 15 Januari 2015

Debi Krisna (1)

Ada seorang kawan yang sangat menarik. Saya mengenalnya di 2008, di sebuah rumah kos-kosan di sebuah kampung yang sering sekali saya ceritakan: Cilimus. Kalau tak salah ingat, pertama kali saya melihatnya adalah di awal sebuah sore di bulan Juli tahun itu. Saat itu dia tengah menunaikan solat ashar di dalam kamar kos-kosan yang baru, saya melihatnya dari lorong berlantai jingga menuju kamar mandi di ujungnya. Saya semangat sekali waktu itu, karena dia akan menjadi tetangga kamar saya yang baru, menggantikan seorang kawan baik yang lain, yang belum lama itu pulang ke kampung halamannya setelah meraih gelar sarjananya.

Sore itu, saya berusaha beramah-tamah. Saya datangi kamar itu, untuk kemudian mengobrol sebentar dengan sepasang bapak-ibu yang sedang duduk di depan pintu kamarnya yang tertutup. Mereka adalah orang tua dari anak itu, dan hari itu mereka datang ke Bandung untuk mengantar anak bungsunya yang baru mau masuk kuliah. Memperkenalkan diri, mengobrol sambil tertawa sebentar, dan anak itu dipanggil keluar oleh ayahnya untuk berkenalan. Detik berikutnya, muncul sesosok anak muda berkulit hitam berkepala gundul dari balik pintu kos-kosan yang sebelumnya hampir tertutup sempurna. Dengan senyumnya yang terkembang jelas, anak itu memperkenalkan diri: “Dejen, A” ucapnya lugas. Dan di detik itu, percayalah, saya merasakan bahwa nantinya dia akan menjadi salah satu kawan terbaik yang pernah saya temui. :)

Nama lengkapnya adalah Debi Krisna Irawan. Dia besar di sebuah kota kecamatan di Sukabumi, bernama Warung Kiara. Semenjak 2008, dia masuk kuliah di Universitas Pendidikan Indonesia, Fakultas Pendidikan Olahraga dan Kesehatan. Sebuah fakultas yang dikenal di kota Bandung dengan keberingasan mahasiswa-mahasiswanya, dan disegani. Setiap mahasiswa di fakultas ini memiliki spesialisasi cabang olahraga masing-masing, dan banyaknya mereka adalah atlit-atlit dari kota asalnya. Spesialisasi cabang olahraga dari Dejen adalah Bola Voli. Lebih spesifik lagi, dia berposisi sebagai seorang toser di permainan itu. Saya senang sekali mendengar setiap dia bercerita tentang permainan itu. Bahkan dari cerita-ceritanya itu, saya baru mengetahui bahwa ternyata peraturan di permainan ini jauh lebih rumit dari yang saya ketahui sebelumnya.

Hah. Mungkin terlalu banyak yang bisa saya ceritakan tentang dia. Dan rasanya itu tidak mungkin bisa tamat di satu penggal tulisan pendek ini. Saya akan menuliskan cerita tentangnya di beberapa seri tulisan yang lain. Untuk sekarang, anggaplah tulisan ini hanyalah sebuah pembuka tentang kawan yang lebih sering saya anggap adik itu. :) Tapi begini, sebagai pengantar untuk seri-seri berikutnya, saya akan deskripsikan sedikit opini saya tentang sosok hitam berkepala gundul dari balik pintu itu.

Kamu tahu, saya mengobrol dengan banyak orang, tentang apapun dan siapapun. Dari obrolan-obrolan tersebut saya merasa senang untuk bisa menganalisa sifat, kecenderungan, pola-pikir, atau hal-hal yang tak berguna sekalipun. Secara kasar, saya suka mengelompokkan kawan bicara tersebut ke dalam dua tipe: tipe pencerita dan tipe pendengar. Beruntungnya, di beberapa kesempatan, saya juga bertemu dengan orang-orang yang saya sebut “pencilan”. Yaitu orang-orang yang memiliki kemampuan bercerita dan mendengar sama baiknya. Dan Dejen, dalam konteks ini, saya pikir dia adalah yang terbaik dari para “pencilan” yang pernah saya temui. :)

Salam, Kawan. Sampai ketemu lagi. Nanti kita lomba minum es kuku bima malam-malam lagi. :D
Cikarang, 15 Januari 2015

Tidak ada komentar:

Posting Komentar