Ada seorang kawan yang sangat menarik. Saya mengenalnya di 2008,
di sebuah rumah kos-kosan di sebuah kampung yang sering sekali saya ceritakan:
Cilimus. Kalau tak salah ingat, pertama kali saya melihatnya adalah di awal
sebuah sore di bulan Juli tahun itu. Saat itu dia tengah menunaikan
solat ashar di dalam kamar kos-kosan yang baru, saya melihatnya dari lorong
berlantai jingga menuju kamar mandi di ujungnya. Saya semangat sekali waktu itu, karena dia akan menjadi tetangga kamar saya yang baru, menggantikan seorang
kawan baik yang lain, yang belum lama itu pulang ke kampung halamannya setelah
meraih gelar sarjananya.
Sore itu, saya berusaha beramah-tamah. Saya datangi kamar
itu, untuk kemudian mengobrol sebentar dengan sepasang bapak-ibu yang sedang duduk di depan pintu kamarnya yang tertutup. Mereka adalah orang tua dari anak itu, dan hari itu mereka datang ke Bandung untuk mengantar anak bungsunya yang baru mau masuk kuliah. Memperkenalkan diri, mengobrol sambil tertawa sebentar, dan anak itu dipanggil keluar oleh ayahnya untuk
berkenalan. Detik berikutnya, muncul sesosok anak muda berkulit hitam berkepala
gundul dari balik pintu kos-kosan yang sebelumnya hampir tertutup sempurna.
Dengan senyumnya yang terkembang jelas, anak itu memperkenalkan diri: “Dejen, A” ucapnya lugas. Dan di detik itu, percayalah, saya merasakan bahwa nantinya dia akan menjadi salah satu kawan terbaik yang pernah saya temui. :)
Nama lengkapnya adalah Debi Krisna Irawan. Dia besar di
sebuah kota kecamatan di Sukabumi, bernama Warung Kiara. Semenjak 2008, dia
masuk kuliah di Universitas Pendidikan Indonesia, Fakultas Pendidikan Olahraga
dan Kesehatan. Sebuah fakultas yang dikenal di kota Bandung dengan
keberingasan mahasiswa-mahasiswanya, dan disegani. Setiap mahasiswa di fakultas
ini memiliki spesialisasi cabang olahraga masing-masing, dan banyaknya mereka
adalah atlit-atlit dari kota asalnya. Spesialisasi cabang olahraga dari Dejen
adalah Bola Voli. Lebih spesifik lagi, dia berposisi sebagai seorang toser di
permainan itu. Saya senang sekali mendengar setiap dia bercerita tentang
permainan itu. Bahkan dari cerita-ceritanya itu, saya baru mengetahui bahwa
ternyata peraturan di permainan ini jauh lebih rumit dari yang saya ketahui sebelumnya.
Hah. Mungkin terlalu banyak yang bisa saya ceritakan tentang
dia. Dan rasanya itu tidak mungkin bisa tamat di satu penggal tulisan pendek ini.
Saya akan menuliskan cerita tentangnya di beberapa seri tulisan yang lain. Untuk sekarang, anggaplah tulisan ini hanyalah sebuah pembuka tentang kawan yang lebih
sering saya anggap adik itu. :) Tapi begini, sebagai pengantar untuk seri-seri
berikutnya, saya akan deskripsikan sedikit opini saya tentang sosok hitam
berkepala gundul dari balik pintu itu.
Kamu tahu, saya mengobrol dengan banyak orang, tentang
apapun dan siapapun. Dari obrolan-obrolan tersebut saya merasa senang untuk
bisa menganalisa sifat, kecenderungan, pola-pikir, atau hal-hal yang tak
berguna sekalipun. Secara kasar, saya suka mengelompokkan kawan bicara tersebut
ke dalam dua tipe: tipe pencerita dan tipe pendengar. Beruntungnya, di beberapa
kesempatan, saya juga bertemu dengan orang-orang yang saya sebut “pencilan”. Yaitu
orang-orang yang memiliki kemampuan bercerita dan mendengar sama baiknya. Dan Dejen, dalam konteks ini, saya pikir dia adalah yang terbaik dari para “pencilan” yang pernah saya temui.
:)
Salam, Kawan. Sampai ketemu lagi. Nanti kita lomba minum es kuku bima malam-malam
lagi. :D
Cikarang, 15 Januari 2015
Tidak ada komentar:
Posting Komentar