Sabtu, 25 Mei 2013

Malam minggu Taman Pecenongan


Sabtu malam, bila sedang ada waktu, silahkan berkunjung ke sini. Ke sebuah taman memanjang di Jalan Kasuari-Kedasih Raya, Cikarang Baru. Tak ada nama pasti yang mendefinisikan tempat ini, karena memang hanya taman pemisah jalan biasa dengan lebar hampir 5 meter, memanjang hingga hampir setengah kilometer, dipenuhi puluhan jenis tanaman taman yang terawat baik dan teratur. Gampangnya, orang-orang menyebut taman ini sebagai Taman Pecenongan, sebuah nama yang diambil dari nama daerah ini saja. Di sepanjang kanan-kiri jalannya berjejer ramai ratusan pedagang kecil dengan gerobak sederhana, warung kaget, asongan, atau bangunan semi permanennya yang siap saling berlomba tawarkan jajanan sederhana, dengan harga yang sangat terjangkau.

Sedari lepas magrib tadi, taman ini mulai ramai. Jalanan pun mulai macet karena jumlah kendaraan yang parkir di sisi-sisi jalan terus meningkat. Begitu seterusnya hingga mencapai puncaknya saat sekitar pukul 8 malam. Ratusan atau mungkin mencapai ribuan pengunjung tumpah di sini. Kebanyakan adalah pasangan muda-mudi tengah kasmaran, tak sedikit juga mereka yang membawa keluarga rekreasi ke sini, atau kumpulan teman-teman sebaya mengobrol habiskan malam, suka-suka. Sekedar duduk-duduk di atas rumput hijau yang selalu segar atau beralas tikar sederhana yang disediakan pedagang, pesan makanan  dan minuman beraneka ragam, tinggal pilih.

Sayangnya, dan entah apa pastinya, malam minggu di taman cantik ini disebut punya stigma rendah. Disebutnya bahwa malam minggu di taman ini hanya akan dipenuhi oleh kaum kelas bawah, sebutannya beragam: orang kampung, buruh rendahan, atau bahasa yang lain. Ditambah pula dengan julukan “Taman Seribu Janji” yang disematkan pada taman ini menambah stigma yang lebih rendah lagi. Sederhananya begini: bila kamu merasa punya uang, kamu tidak akan pernah mau habiskan malam minggumu dengan mereka yang biasa ada dan duduk di sini dengan balitanya yang diterlentangkan di atas tikar sederhana di bawah langit, atau pakaian mereka yang tidak mahal serta bahasa daerah yang mereka gunakan menimbulkan kesan rendahan. Atau bila seseorang di kantor menceritakan bahwa dia melihat kamu dan wanitamu berjalan di sini saat malam minggu, maka kamu akan merasa direndahkan untuk kemudian langsung menjawab “ah cuma lewat doank kok, ngapain juga”. Atau karena terlalu bercampur dengan kebisingan motor yang menggerung buas dan kepul knalpot tua yang mengabu, belum lagi nyanyian pengamen setelan punk yang jauh dari kata enak didengar dan banyak sekali.

Malam ini saya berjalan lagi menyusuri taman ini, dari ujung hingga ujung. Melihat pelan-pelan ekspresi bahagia dari wajah-wajah itu, meski tatap merendahkan dari barisan mobil-mobil mewah yang kebetulan melintas di sana menilai buruk sekehendaknya. Senang rasanya. Ingatkan kembali bahwa kebahagian itu tidak mahal. Bukan dengan uangmu yang berlimpah, wanitamu yang cantik-molek, atau gengsimu yang penuh. Sekali-kali nanti berkunjunglah ke sini, kita duduk dengan yang lain, menikmati jajanannya di atas tikar kasar itu dan sinar malam. Tak perlu merasa kelas sosialmu jadi turun karenanya, karena memang sebenarnya tidak. :)
Cikarang, 25 Mei 2013

2 komentar:

  1. hanan mau nanti diajakin kesini... trus dijajanin sama babap :)

    BalasHapus
  2. Iya, pasti. Nanti kita wisata ke sini. Sabtu malam, saat terang bulan. :)

    BalasHapus