Jumat, 31 Mei 2013

Kompleksitas dan matematika sederhana

Kemarin-kemarin saya sempat berkomentar di blog seorang kawan dan melahirkan beberapa tanda tanya. Tentang perjalanan yang tumpang tindih, overlapping. Seperti melangkah di banyak jalan yang tak bersisian dalam satu waktu yang bersamaan. Bagaimana bisa?

Saya pikir, sebenarnya memang seperti itu. Dalam menjalani hari-hari, nyatanya kita memang menjalani banyak cerita berbeda di satu dimensi waktu. Di satu cerita kadang kita sedang menatap ujung suatu jalan. Sisi yang lain sedang khusyu nikmati langkah yang masih muda, tengah semangat. Saat itu juga sedang berada di persimpangan besar menuju banyak jalan yang lain. Dan banyak lagi. Tak jauh berbeda dengan jutaan bintang yang tengah bergerak dalam aturan semesta. Beberapa di antaranya bahkan memiliki bagian yang lebih kecil lagi yang juga bergerak dalam aturan. Kita sebut itu bentukan water ice di Mars, rumitnya dialog beberapa kawan di suatu forum mahasiswa di PKM UPI, atau bahkan komposisi menakjubkan pembentuk emas di satu planet asing di luar Bima Sakti, atau misteriusnya Alpha Centauri System di luar sana. Saya pikir apa yang terjadi di dalam kompleksitas pikiran kitapun lebih-kurang seperti itu. Layaknya sebuah miniatur semesta, kita berjalan.

Bila mengingat sedikit matematika SD yang pernah kita pelajari dulu tentang irisan dan gabungan dua himpunan, sepertinya mungkin mirip seperti itu, tapi dalam dimensi yang lebih rumit tentunya. Pikiran juga seperti itu. Juga semesta. Di tengah kompleksitas itu terdapat banyak irisan. Bayangkan saja banyak lingkaran sederhana yang bertebaran. Lingkaran-lingkaran itu saya sebut buah ide dan pelaksanaan, beririsan di satu bentuk-ruang yang saya sebut pusat. Pertanyaan yang lain, apa ada beberapa irisan lain selain irisan pusat ini? Saya pikir ada, dan banyak. Itu sebuah ide dan pelaksanaan yang pada intinya sama, seperti bertindak berdasarkan pengalaman. Terus apa bedanya dengan pusat? Saya pikir, pusat itu sebuah dasar yang solid, tidak “bergerak”. Sedang lingkaran yang lain hanya akan memasuki dan menyesuaikan pada pusat.

Dan kita akan sampai pada pertanyaan, lalu pusat itu apa? Saya akan sebut pusat itu adalah diri. Sedang dalam semesta, pusatnya apa? Saya sebut itu “hati” Tuhan, dimana diri-Nya menjadi tempat bernaung semua pusat serta kerumitan segenap dimensi irisan serta ruang-ruang kosong tak terhingga di luarnya.

...

Cikarang, 31 Mei 2013 

2 komentar:

  1. cerdas bek..

    nb: cerita sangkuriang, sepertinya dayang sumbi semacam dua tokoh wanita yang dirangkap, sekaligus otomatis dua alur cerita. semacam mengajarkan etika keibuan dlm dunia percintrongan..

    BalasHapus
  2. hahaa. ya, benar sekali. seperti si pitung yang memegang azimat dan mati tertembak waktu lupa. bagus. :)
    btw uing keur studi literatur tentang Dewi Sri, Tong. hayang nulis tentang eta. kamari ngadenge si nini nyarita eta, meni asik. si geulis anu resep rujak. wahahahaa.

    BalasHapus