Kemarin-kemarin saya
sempat berkomentar di blog seorang kawan dan melahirkan beberapa tanda tanya. Tentang perjalanan yang tumpang tindih, overlapping.
Seperti melangkah di banyak jalan yang tak bersisian dalam satu waktu yang
bersamaan. Bagaimana bisa?
Saya pikir, sebenarnya
memang seperti itu. Dalam menjalani hari-hari, nyatanya kita memang menjalani banyak
cerita berbeda di satu dimensi waktu. Di satu cerita kadang kita sedang menatap ujung
suatu jalan. Sisi yang lain sedang khusyu nikmati langkah yang masih muda,
tengah semangat. Saat itu juga sedang berada di persimpangan besar menuju
banyak jalan yang lain. Dan banyak lagi. Tak jauh berbeda dengan jutaan bintang
yang tengah bergerak dalam aturan semesta. Beberapa di antaranya bahkan
memiliki bagian yang lebih kecil lagi yang juga bergerak dalam aturan. Kita
sebut itu bentukan water ice di Mars,
rumitnya dialog beberapa kawan di suatu forum mahasiswa di PKM UPI, atau bahkan
komposisi menakjubkan pembentuk emas di satu planet asing di luar Bima Sakti, atau
misteriusnya Alpha Centauri System di
luar sana. Saya pikir apa yang terjadi di dalam kompleksitas pikiran kitapun lebih-kurang seperti itu. Layaknya sebuah miniatur semesta, kita berjalan.
Bila mengingat sedikit
matematika SD yang pernah kita pelajari dulu tentang irisan dan gabungan dua
himpunan, sepertinya mungkin mirip seperti itu, tapi dalam dimensi yang lebih
rumit tentunya. Pikiran juga seperti itu. Juga semesta. Di tengah kompleksitas
itu terdapat banyak irisan. Bayangkan saja banyak lingkaran sederhana yang
bertebaran. Lingkaran-lingkaran itu saya sebut buah ide dan pelaksanaan, beririsan di
satu bentuk-ruang yang saya sebut pusat. Pertanyaan yang lain, apa ada beberapa
irisan lain selain irisan pusat ini? Saya pikir ada, dan banyak. Itu sebuah ide
dan pelaksanaan yang pada intinya sama, seperti bertindak berdasarkan pengalaman.
Terus apa bedanya dengan pusat? Saya pikir, pusat itu sebuah dasar yang solid, tidak
“bergerak”. Sedang lingkaran yang lain hanya akan memasuki dan menyesuaikan pada pusat.
Dan kita akan sampai pada
pertanyaan, lalu pusat itu apa? Saya akan sebut pusat itu adalah diri. Sedang dalam
semesta, pusatnya apa? Saya sebut itu “hati” Tuhan, dimana diri-Nya menjadi tempat
bernaung semua pusat serta kerumitan segenap dimensi irisan serta ruang-ruang kosong tak terhingga di
luarnya.
...
Cikarang, 31 Mei 2013
cerdas bek..
BalasHapusnb: cerita sangkuriang, sepertinya dayang sumbi semacam dua tokoh wanita yang dirangkap, sekaligus otomatis dua alur cerita. semacam mengajarkan etika keibuan dlm dunia percintrongan..
hahaa. ya, benar sekali. seperti si pitung yang memegang azimat dan mati tertembak waktu lupa. bagus. :)
BalasHapusbtw uing keur studi literatur tentang Dewi Sri, Tong. hayang nulis tentang eta. kamari ngadenge si nini nyarita eta, meni asik. si geulis anu resep rujak. wahahahaa.