Selepas magrib ini, dengan
motor matic putih itu, saya melaju pelan menyusuri panjangnya Jl. Soekarno-Hatta
menuju Jalan Taman Saturnus di perumahan Metro, Bandung. Entah kenapa kali ini saya bisa
langsung sampai, padahal sebelum-sebelumnya, hilang arah di perumahan ini
merupakan satu hal yang wajib. Saya akui jalan di perumahan ini merupakan salah
satu yang paling susah diingat. Sedang Jalan Merkuri merupakan jalan favorit
saya saat nyasar. Merupakan satu ritual bagi saya untuk berputar-putar dulu di pedalaman
Merkuri untuk bisa sampai di Taman Saturnus. Tapi kali ini tidak, mungkin saya mulai ingat.
Sesampainya, disuguhkan
segelas kopi hitam panas oleh seorang kawan yang tengah hamil tua untuk
temani saya dan suami terkasihnya mengobrol habiskan malam. Temanya bermacam dan
bebas. Dimulai dari cerita berkebun, hilang kontrol di lapangan futsal, kawan
lama yang mulai sombong tapi selalu menginspirasi, hingga lembur mengerjakan
satu project IT. Bebaskan apa yang kami ingin ceritakan, maka kami bicarakan.
Dan kopi enak ini sudah
setengah habis, kami mulai membuka ide yang lain. Diskusikan beberapa
kemungkinannya berikut langkah-langkah strategis yang mungkin dilakukan. Kami sepertinya mulai memasuki lingkaran ide yang menarik. Bahas lebih lanjut, dan memutuskan
untuk mencoba melakukannya. Katanya tak perlu terburu-buru tapi juga tidak
untuk terlalu lamban. Hasilkan sebuah wacana menarik yang cukup untuk membuat
saya berpikir keras sepanjang malam.
Kami selalu tahu, bahwa bercerita
bebas di bawah kopi hitam dan udara malam adalah sebuah langkah. Dari sini
lahir ide-ide terliar yang bisa membawa kami ke realitas kekinian, tuntutan dan
masa depan. Juga seperti hari-hari kemarin saat kami memulai dialog di
dinginnya malam kaki Tangkuban, tentang hal-hal yang nampak jauh lebih besar
dari sekedar dua anak dari kampung yang tengah belajar hidup di tanah rantauan.
Bandung, 1 Mei 2013
Tidak ada komentar:
Posting Komentar