Sabtu, 01 Juni 2013

Taman Saturnus

Selepas magrib ini, dengan motor matic putih itu, saya melaju pelan menyusuri panjangnya Jl. Soekarno-Hatta menuju Jalan Taman Saturnus di perumahan Metro, Bandung. Entah kenapa kali ini saya bisa langsung sampai, padahal sebelum-sebelumnya, hilang arah di perumahan ini merupakan satu hal yang wajib. Saya akui jalan di perumahan ini merupakan salah satu yang paling susah diingat. Sedang Jalan Merkuri merupakan jalan favorit saya saat nyasar. Merupakan satu ritual bagi saya untuk berputar-putar dulu di pedalaman Merkuri untuk bisa sampai di Taman Saturnus. Tapi kali ini tidak, mungkin saya mulai ingat.

Sesampainya, disuguhkan segelas kopi hitam panas oleh seorang kawan yang tengah hamil tua untuk temani saya dan suami terkasihnya mengobrol habiskan malam. Temanya bermacam dan bebas. Dimulai dari cerita berkebun, hilang kontrol di lapangan futsal, kawan lama yang mulai sombong tapi selalu menginspirasi, hingga lembur mengerjakan satu project IT. Bebaskan apa yang kami ingin ceritakan, maka kami bicarakan.

Dan kopi enak ini sudah setengah habis, kami mulai membuka ide yang lain. Diskusikan beberapa kemungkinannya berikut langkah-langkah strategis yang mungkin dilakukan. Kami sepertinya mulai memasuki lingkaran ide yang menarik. Bahas lebih lanjut, dan memutuskan untuk mencoba melakukannya. Katanya tak perlu terburu-buru tapi juga tidak untuk terlalu lamban. Hasilkan sebuah wacana menarik yang cukup untuk membuat saya berpikir keras sepanjang malam.

Kami selalu tahu, bahwa bercerita bebas di bawah kopi hitam dan udara malam adalah sebuah langkah. Dari sini lahir ide-ide terliar yang bisa membawa kami ke realitas kekinian, tuntutan dan masa depan. Juga seperti hari-hari kemarin saat kami memulai dialog di dinginnya malam kaki Tangkuban, tentang hal-hal yang nampak jauh lebih besar dari sekedar dua anak dari kampung yang tengah belajar hidup di tanah rantauan.
Bandung, 1 Mei 2013

Tidak ada komentar:

Posting Komentar