Selasa, 26 Agustus 2014

Di Pojok Sore (16) : Kupu-kupu Kertas

Maghrib. Artinya barat. :)
Rasanya sudah terlalu lama. Duduk sendiri melewati jendela kaca besar dan dentingan lagu Kupu-kupu Kertas milik Ebiet G Ade di antara udara dingin buatan di dalam ruangan kantor sebesar ini. Sebentar melihat ke belakang, dan beberapa kawan yang sedang tekun sekali di mejanya masing-masing entah sedang kerjakan apa. Sedang saya di sini begini saja: melihat matahari sore perlahan turun, dan tiup angin goyangkan dedaun mahoni pinggir jalan. Ah, begini: kadang kamu dibawa ke dalam bentuk kejadian yang komplek, dan rasanya sempurna sekali. Sempurna untuk membuat kegelisahan sampailah di titiknya yang tertinggi. Dan kamu akan merasakan letih yang luar biasa. Bukan tubuhmu yang letih –toh sekarang saya bahkan masih kuat berjalan ke sana-kemari kan ya? Tapi sesuatu yang lain dari dirimu yang letih. Hmmm, ya okelah, mungkin tubuhmu juga ikut terkena imbas dari rasa letihnya, tapi percayalah, sebenarnya apa yang saya ceritakan bukan tentang itu. :)

Memutuskan untuk segera beranjak turun, dengan baris rerumputan di belakang situ yang kini jadi tujuan, pikiran itu masih bercampur aduk. Mungkin tak perlulah saya ceritakan detail. Serupa saat kamu melihat sebuah kejadian seorang pedagang rokok dengan gerobak-berpayungnya yang sederhana hampir saja diserempet oleh pengendara motor yang sedikit ugal-ugalan. Dan bagaimana saat kamu bisa memasuki dunia pikiran dari si pedagang itu dan degup jantungmu yang berpacu seolah melihat malaikat lewat. Dan di saat bersamaan pula kamu sepenuhnya sadar bahwa kamu sebenarnya hanya melihat saja, tak pernah lebih dari itu. Ah, kawan. Tahukah kamu bahwa sebenarnya orang lain itu adalah dirimu sendiri? :)

Ebiet masih terus saja bernyanyi, dan lagi, dan lagi. Dan angin-angin yang datang dari utara, pelan-pelan mengajak berbaring lepaskan letih yang keterlaluan di atas rerumputan yang mulai terkena pengaruh kemarau panjang. Saya lepaskan mata memandang jauh menuju langit berawan yang mulai jadi lebih gelap kini. Matahari sudah hampir hilang. Kawan-kawan mulai datang. Pedagang itu mulai tawarkan saya minuman apapun yang ingin dibuatnya. Pesankan segelas besar nutrisari panas dengan sedotannya berwarna merah, saya kembali ke realita. Dan kamu tahu? Ternyata mataharinya juga sama, sudah hampir hilang. :)

Tahukah kamu? Bahwa semua dimensi ini selalu saling beririsan. Sadar ataupun tidak, kamu tak pernah terlepas dari siapapun. Bahwa apa yang bisa kamu indrai, adalah nyatanya dirimu sendiri!

Cikarang, 25 Agustus 2014

Tidak ada komentar:

Posting Komentar