Sabtu, 02 Agustus 2014

Kartini (3) : Cerita di Selembar Foto

Malam itu saya memang sedang tak berniat tidur. Itu adalah malam terakhir dari perjalanan pulang saya kali ini. Rasanya saya masih sangat betah ada di sini. Tapi saya pikir sepertinya ini juga bisa jadi hal yang bagus, karena meninggalkan suatu tempat saat kamu masih merasa betah akan membuat keinginanmu untuk datang lagi menjadi lebih kuat dan menggairahkan. Walau, ah entahlah, apa saya masih pantas menyebut perjalanan menuju tempat ini sebagai “pulang”, karena seringnya saya malah merasa “pergi”, :). Tapi sepertinya ada satu hal yang saya yakini, bahwa tempat ini selalu bisa saya sebut sebagai rumah. :)

Waktu sudah lewat tengah malam, dan tumpukan album foto itu diam di sana. Mengambil sebuah albumnya, saya tersenyum sendiri. Melihat sebuah foto berukuran 3R berwarna pudar, saya teringat ibu pernah bercerita sedikit tentangnya. Bahwa foto ini diambil saat dulu dia belum menikah, entah tahun berapa, mungkin itu di awal 1980an.

Kalau tak salah, ini di pelataran Bukit Kaba, entah tahun berapa. :p
Siang itu sepulang bekerja –dulu ibu pernah bekerja sebagai juru ketik di proyek pembangunan pemerintah, dan dia diajak oleh seorang kawannya (yang paling kanan, saya lupa namanya) untuk berjalan-jalan melihat pemandangan ke Bukit Kaba (kalau tak salah ingat). Dan foto ini diambil di salah satu tempat persinggahan dari perjalanannya itu. Saat itu, ibu juga bercerita bahwa dia sangat menyukai kacamatanya ini -kacamata Rayban coklat bulat yang sangat hits di masa itu. Dan dia sangat senang mengenakannya saat sedang berwisata, salah satunya seperti di foto ini. Berikut juga ibu bercerita bahwa dia memiliki banyak kawan: laki-laki dan perempuan, dan semua dari mereka selalu bersikap baik kepadanya. Dan ini bukan yang pertama kali saya dengar. Rasanya saya sudah mendengar tentang hal serupa ratusan kali dari semua kenalannya, bahwa dia dulu adalah tipikal gadis muda cantik yang sangat ramah kepada siapapun. Dia dikenal oleh banyak orang di kota ini.

Satu lagi bagian yang saya masih ingat dari cerita ibu waktu itu adalah tentang seorang anak yang berdiri paling kiri di foto ini. Dia adalah anak tetangga (atau saudara jauh) ibu di dekat rumah. Saat itu anak ini masih remaja –umurnya saat itu jauh di bawah ibu, dan memang selalu ingin ikut kemanapun ibu pergi. Anak itu selalu berkata bahwa dia akan menjaga ibu, :)))). Dan ibu akan selalu tertawa saat mendengarnya sambil mengucek-ucekkan rambut di kepala anak itu yang selalu malu karena terus-terusan dianggap sebagai anak kecil oleh ibu. Dan bukan hal yang aneh lagi, bila ada pria yang ingin mengajak ibu pergi jalan berduaan saja, maka dia harus men-take care anak ini terlebih dahulu. Dan, kabarnya, itu bukanlah hal yang mudah. :D

Cikarang, 2 Agustus 2014

Tidak ada komentar:

Posting Komentar