Senin, 21 April 2014

Kartini

Kamu tahu? Ibu saya bernama Kartini. Nama lengkapnya Kartiniwati binti Abbas. Dan kenalan-kenalannya biasa menyebutnya dengan panggilan singkat: Kar. Dia adalah seorang gadis –saya lebih suka mengingatnya sebagai seorang gadis (cerita serupa bisa dilihat di blog ini dalam tulisan Pelukan Sore) – ramah yang penuh senyum. Wajahnya oval sedikit sendu, hidung kecil-mancung dan manis sekali saat tertawa. Kulitnya kuning dengan rambut lurus-hitam dan postur tubuh yang tak terlalu tinggi, mungkin sekitar 160 cm. Hampir semua kenalan lamanya menceritakan dia sebagai pribadi dengan pesona yang berlimpah. Sedari dulu, dia selalu memiliki banyak kawan buah dari keluwesannya dalam bersikap dan penampilannya yang menarik.

Sedikit cerita, saya mendengar sedikit darinya langsung, bahwa dulu saat masih muda, dia pernah beberapa lama menjadi model di sebuah studio foto, namanya Salon Photo. Sebuah studio yang terhitung besar dan lumayan terkenal di daerah itu saat itu –atau mungkin masih sampai sekarang. Saya yakini cerita itu benar, berdasarkan cerita ayah dan beberapa bukti foto yang dicetak di studio tersebut. Disebutkannya bahwa dulu foto ibu sering dipajang di barisan terdepan dari studio tersebut. Ah senang dan bangga sekali saya mendengarnya. Hingga sekarang, beberapa foto-foto dengan berbagai gaya klasik tersebut masih tersimpan rapi di album foto milik keluarga kami.

Senyumnya yang terkembang lepas adalah bagian favorit yang paling saya ingat, baik itu dari foto-foto saat dia masih muda sampai rekaman video dan gambar dirinya sebelum dia akhirnya pergi di pertengahan 2009. Ah, menyenangkan sekali mengingat senyumnya itu di antara baris memori dan tatap-kecup-peluknya di teras rumah. Rasanya hangat, nyaman dan lembut sekali. Satu-satunya tempat dimana saya bisa merasa sangat terlindungi dari apa dan siapapun. Saya masih mengingat rasa itu dengan sangat persis, bahkan hingga detik ini saat saya menuliskan beberapa potong paragraf sederhana ini sekalipun.

***
Dan hari ini, Hari Kartini, saat hampir semua orang di ranah sosial tengah ramai membahas sosok Kartini sebagai seorang pahlawan nasional, saya senyum-senyum saja. Bagi saya, Hari Kartini memiliki kesan yang sedikit pribadi dan emosional. Karena di harinya ini, saya mengingat Kartini dengan makna yang lebih spesifik. Itu tentang rasa kasih, sorot mata, dan kelembutan yang sama sekali tak rumit. Sesuatu yang tak bisa habis diterjemahkan hanya dengan melihat saja, tapi lebih jauh dari itu, mesti dirasakan. Hingga akhirnya berusaha menerjemahkannya dengan lebih jujur sekaligus menyenangkan. Bahwa dalam konteks yang terbesar dan tersempit sekalipun, Kartini selalu melambangkan makna perlindungan yang benar-benar nyata. Bahwa sosok wanita lah yang sebenarnya menjadi tempat berlindung, bahkan bagi laki-laki terkuat di muka bumi sekalipun. Saya yakin sekali seperti itu.

Selamat Hari Kartini!
Cikarang, 21 April 2014

Tidak ada komentar:

Posting Komentar