![]() |
Foto saat dia tengah mengunjungi kuburan ayahnya di tahun 2011 |
Nah, dia adalah seorang pria yang saya pikir sangat kuat. Ya.
Dan saya sebenarnya punya kriteria yang sangat banyak dan sedikit rumit untuk menyebut seseorang pria
itu kuat. Dan dia memenuhi hampir semuanya.
Saya teringat, dulu dia sering sekali bercerita. Biasanya itu
sore, dan kami berdua baru menyelesaikan seri olah fisik yang sedikit berlebihan
untuk saya, atau selepas kami menyelesaikan permainan catur yang melelahkan. Dia
suka sekali bercerita tentang seorang pria yang kuat. Banyak sekali
kriterianya. Kadang kriterianya sangat masuk akal. Seperti pria itu harus kuat
secara mental dan fisik. Seperti pria itu harus tak mudah diintervensi, tapi
sangat terbuka pada dialog. Ah banyak. Tapi banyak juga yang kadang belum
saya pahami, bahkan sampai sekarang. Seperti pria itu harus suka tertawa dan
melihat tetangga. Hahaa. Asli, saya tidak mengerti korelasi antara suka tertawa atau
melihat tetangga dengan kuat tidaknya seseorang. Tapi mungkin suatu saat nanti
saya akan mengerti. Mungkin. Semoga saja. Dan hampir seluruh kriteria pria kuat
yang saya tetapkan adalah memahami dari obrolan-obrolan pendek-panjang
bersamanya di hari-hari yang biasa, dan menambahkan sedikit.
Bahasanya yang khas sekali dari tanah Palembang itu terkadang memang
susah dipahami. Dia suka sekali membuat perandaian. Banyak sekali contohnya. Seperti
saat hujan-angin dan dia tengah berusaha menghibur istrinya yang sedang khawatir pada
anak lelakinya yang sedang merantau di tanah Jawa. Dia bicara: “tenang saja. Saat hujan raya datang, seekor ayam saja akan memilih berteduh di bawah teduhan gubuk atau bangunan rumah”. Atau yang ini, saat tadi sore dia menelpon dan bicara: “belajarlah
yang baik! Yang namanya belajar itu seperti kita sedang berjalan di padang
belukar”. Tapi seringnya dia berbicara dengan bahasa yang sangat lugas. Seperti:
“kamu sebaiknya ikut tes CPNS ini. Kamu ikut tes saja belum tentu lulus,
apalagi kalau tidak ikut”, atau saat dia bicara: “bernyanyilah sambil mandi,
biar kamu tak terlalu merasa dingin”. Kalimat-kalimat yang seperti itu.
Saya ulangkan sekali lagi. Namanya adalah Cik Yan Lis. Seorang
yang lahir di kisaran tahun 1959 sepertinya. Perawakannya tak terlalu tinggi,
dengan postur sedang. Dia seorang tentara dengan pangkat tak tinggi yang aktif di
tahun 1978 hingga 2010. Perangainya secara umum terlihat kasar, dengan
langkah-langkah yang panjang dan tegas. Rambutnya lurus hitam dan berdiri – dia
sering menyebut rambutnya itu “keriting duren” :D. Dia juga senang bercengkrama
dengan siapapun, berbicara tentang keluarga dan arti penting kesehatan. Mandinya
sangat teratur, dan hobinya adalah bermain catur. Dan dia sangat senang bila
melihat handuknya terjemur di bawah matahari dan kering. Begitulah kira-kira.
Tapi dia juga hanya selayaknya pria umumnya, kadang dia
berbuat salah. Saya tahu. Tapi saya pikir itu bukan suatu hal yang patut terlalu
dibesar-besarkan. Tak mengurangi rasa hormat saya padanya sebagai seorang ayah,
juga sebagai seorang pria.
Cikarang, 23 Januari 2014
Tidak ada komentar:
Posting Komentar