Rabu, 22 Januari 2014

Roman Cijeruk - Cipunaga

Foto timer di atas pasirnya yang lembab. Ah, Pantai Selatan.
Ah, saya cuma sedang teringat salah satu perjalanan tersakral yang pernah saya jalani dulu. Sekarang ingin berbagi, silahkan membaca.

***
Roman Cijeruk - Cipunaga

Suatu perjalanan pendek yang tak genaplah 3 hari kau selesaikan.
Berjalan menyisiri bibir-bibir Pantai Selatan yang agung.
Bahkan terlalu memukau untuk diangkat jadi sebuah seri cerita perjalanan serba terbatas.
Batasan waktu, kekuatan, dan jarak pandang mata.
Tapi kumpulkan niat, kau beranilah mengadu dengannya.
Melihat sejenak, merenunglah yang lama.

Saat gontaian langkah terhenti di satu persinggahan yang sepi.
Sendiri kau bukalah sedikit perbekalan dari tasmu teman setia.
Di atas pasir-pasir ini kau mulailah meracik sedikit makanan, berbumbu letih, dan seteguk air yang melegakan.
Lalu berkontemplasilah jauh ke guraian Ombak Selatan dan langit biru seterang jutaan watt.
Juga harmoni daun-daun bakau ditiup angin pantai yang khas sekali.
Diam pejamkan mata, sampai kontemplasimu menembus batasan langit.

Pecahan pasang-surut laut sin matahari siang yang terlalu menyengat memaksamu melonggarkan semangat.
Kali ini jauh kaki melangkah terhenti juga di suatu perkampungan nelayan.
Yang sebenarnya sama sekali bukan tujuanmu dari kemarin-kemarin.
Tapi putusanmu bermalam di sini sudah bulat.
Mencoba berbaur menyelami kehidupan para punggawa-punggawa pantai paling setia.
Bukanlah ingin berwisata, tapi coba bersatu dengan semua.

Wahai kau murid dadakan Laut Selatan!
Perjalananmu ini masihlah jauh dari tujuan.
Masih menuntut jiwamu belajar lagi, belajar lebih banyak lagi.
Pada goyangan dedaunan bakau yang menari tak peduli siang-malam.
Pada hempasan air pasang pembawa hikmah.
Pada tiap nyala petromak tengah lautan saat malam-malam terpanjang datang tanpa diundang.

Cipunaga, tengah 2009
Cikarang, 22 Januari 2014

Tidak ada komentar:

Posting Komentar