Menjelang penghujung sore dimana kamu sedang merasa luar
biasa adalah suatu pertanda bagus. Sebaiknya kamu berdiam saja dulu di situ,
menunggu dialog-dialog terbaik datang menghampirimu dengan caranya yang menarik
sekali.
Seperti sore yang tadi. Saat tiba-tiba saya mendapat ide untuk
berbuka puasa di penjaja kopi keliling di gerbang kantor kami yang megah di
belakang sana. Sementaranya, duduk-duduk menunggu sore yang beranjak habis, seorang
kawan menyapa lewat aplikasi chatting
ternama di dunia maya. Dia bertanya tadi, kiranya mengapa saya belum pulang
padahal hari sudah sesore ini, tak seperti biasanya, katanya begitu. Saya tertawa sendiri membacanya. Lalu obrolan-obrolan singkat yang lain mengalir setelahnya, kami
bicara tentang hal-hal yang sama sekali tak spesifik. Hingga akhirnya dia
bercerita tentang kondisi keuangannya yang saat ini sedang tak terlalu bagus. Saya
tanyakan padanya: “kenapa bisa seperti itu?”. Lantas dia menjawab bahwa semua
uang yang dia miliki sudah jelas alokasinya. Dan obrolan itu jadi semakin asik.
Saya:” Saran saya begini: sebaiknya kamu segera jajanin uang
yang kamu punya sekarang untuk sesuatu yang ga perlu, sekali-kali”
Kawan-1: “Ga bisa, Kak. Kaya yang udah saya bilang tadi
bahwa uang saya pas-pasan”
Saya: “Ya, gapapa. Kamu jajanin barang atau apapun yang
menurut kamu ga perlu aja, sekali-kali”
Kawan-1: “Hah, saya ga kepikir ada sesuatu yang saya anggap
ga perlu, Kak. Baju baru, celana baru, sepatu baru, tas baru, make-up baru. Saya pikir itu semua perlu”
Saya: “(sambil tertawa lepas karena sedikit kaget mendengar
jawabannya) Cool! Sekarang pikirkan, kamu cuma perlu jajan sesuatu yang menurut kamu ga
perlu, sekali-kali”
Kawan-1: “Apa contoh hal yang ga perlu?”
Saya: “Saya gatau, hahaa. Pastinya itu cuma kamu sendiri yang
tahu”
Saya sudahi obrolan kami yang tadi sampai di situ. Saya
biarkan dia berpikir sendiri dulu. Lanjut berpamit padanya untuk pulang, saya
berjalan perlahan ke luar dari gedung ini. Dan pikiran saya masih berputar pada obrolan
kami yang tadi. Untuk kemudian teringat pada obrolan yang lain di sore kemarin,
bersama kawan yang lain.
Kawan-2: “Kamu tadi buka puasa makan apa?”
Saya: “Saya makan sapo tahu”
Kawan-2: “Wah, enak. Saya suka sapo tahu”
Saya: “Sebenarnya saya kurang suka sapo tahu”
Kawan-2: “Loh, kenapa tadi kamu makan sapo tahu?”
Saya: “Kayanya saya ga selalu makan yang saya suka”
Kawan-2: “Ah!”
Heheu. Kadang saya berpikir, bahwa menjalani hal yang tak
saya sukai adalah seperti melihat sesuatu dari sudut yang berbeda. Hingga akhirnya
saya mengetahui alasan di balik mengapa saya tak menyukai hal tersebut. Untuk kemudian
saya menyadari pula alasan mengapa orang lain malah menyukai hal yang tidak
saya sukai. Saya merasa pikiran saya lebih terbuka setelahnya. Saya tak lagi
sekedar membiarkan orang lain berbeda dari saya, tapi lebih jauh dari itu, saya
pikir saya mulai memahami mengapa kami ditakdirkan menyukai hal yang berbeda.
Dan mungkin sama saja, saat kemarin sore saya memutuskan
untuk membeli sebuah jam tangan yang menurut saya sangat-sangat mahal. Dengan segenap
kesadaran, saya eling sepenuhnya,
bahwa nantinya jam tersebut tak akan pernah lebih dari sekedar jam saja. Akan tidak
terlalu berguna, tapi tetap saja, saya ingin membelinya. Saya hanya ingin mengetahui
alasan mengapa saya selalu berpikir bahwa membeli barang mahal tak masuk akal
ini bukanlah hal yang saya sukai. Sekali-kali. :)
Cikarang, 4 Juli 2014
Tidak ada komentar:
Posting Komentar