Minggu, 28 Juli 2013

ANOMI

Siang ini saya membaca majalah Tempo, Edisi 15-21Juli 2013. Di rubrik Tempo Bahasa!, saya menemukan satu kajian bahasa yang saya pikir menarik, berjudul “Anomi dan Anomali” tulisan Kasijanto Sastrodinomo, seorang staf pengajar di Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya, Universitas Indonesia. Saya hanya akan menuliskan sari tulisan tersebut untuk kata anominya saja, karena saya pikir kita sudah lebih familiar terhadap kata anomali.

Dalam bahasa Latin, anomia identik dengan lawless alias nirhukum. Diserap dalam bahasa Inggris, anomy atau anomie, yang berarti lack of the usual social standard in group or person. Sedang Kamus Besar Bahasa Indonesia menyebutkan: (1) perilaku tanpa arah dan apatis; (2) keadaan masyarakat yang sinis atau negatif terhadap sistem norma, hilangnya kewibawaan hukum, dan disorganisasi hubungan antar manusia; dan (3) gejala ketidakseimbangan psikologis yang dapat melahirkan perilaku menyimpang. Intinya, anomi merujuk pada keadaan (sistem) sosial yang berkonotasi kacau dan membingungkan.

Beberapa pakar sosiologi juga membahas anomi sebagai suatu konsep. Emile Durkheim, menggambarkan anomi pada masyarakat Eropa era industrialisasi abad ke-19, dan menilai bahwa diferensiasi sosial akibat  pertumbuhan industri berkembang lebih cepat ketimbang aturan sosial yang berlaku. Saya pikir apa yang diungkapkan oleh Emile Durkheim ini akan lebih mudah dipahami jika saja kawan-kawan pernah menonton film “Lawless” yang dibintangi Tom Hardy dan Shia LeBouf di tahun 2012. Sedikit berbeda, Robert Merton, sosiolog lain, menggambarkan anomi terjadi saat struktur sosial (keseluruhan hubungan interpersonal) tidak bersesuaian dengan struktur kultural (keseluruhan sistem nilai dan norma). Saya pikir yang digambarkan Merton sedikit lebih mudah saya cerna karena lebih nyata dan bisa saya bandingkan dengan lingkungan tempat saya saat ini, berikut contoh-contoh lain yang bisa saya lihat dari jauh.

Tapi saya pikir garis merahnya jelas. Bahwa anomi merupakan suatu perilaku menyimpang yang menimbulkan “kecemasan eksistensial” suatu kelompok atau perorangan.

Cikarang, 28 Juli 2013.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar