Sabtu, 27 Juli 2013

Cerdas Cermat

Sering kita di cerita sehari-hari bertemu masalah. Ah, masalah biasa saja, apa saja. Kadang konflik kepentingan dengan orang lain, kadang dengan sendiri, dan lain-lain. Saya pikir sama saja. Seperti halnya saat kamu dan kawan-kawan sedang berupaya menyusun suatu acara yang menurutmu baik dan bagus untuk semua. Menyusun acara yang kamu sebut kecil, cerdas cermat SD tingkat desa. Yang kemudian datanglah seseorang dari antah berantah menilai hasil kerja kerasmu seadanya, menilai buruk semaunya, tak sesuai harapan, juga segenap kompleksitas cerita. Orang tersebut memandang terlalu sebelah mata. Bikin kau kesal? Ah, wajar saja kalau kalian kesal. Iya kan? :) Lalu kalian bertekadlah dalam hati, “Baiklah kawan-kawan, acara kita ini harus tetap berjalan dan sukses, kita akan bekerja dengan baik. Biar orang itu melihat apa yang bisa kita lakukan”.

***
Apa yang terpikir kini? Mungkin memang pikiran saya akan seolah (terlalu) menyederhanakan masalahnya, karena saya tidak terlibat langsung, hanya mendengar dari cerita saja. Tidak langsung merasakan bagaimana saat orang tersebut menyentak-nyentak dengan gaya bahasa yang jauh dari kata enak didengar. Juga tak merasakan sendiri bagaimana letihnya mereka sudah coba mengerjakannya dari awal, dan sampai kini. Ah, tapi itu cuma kemungkinan saja kan ya? Bisa saja nyatanya tidak, dan saya memang mengerti. :) Jadi bagaimana?  

Saya tak pernah melihat acara cerdas cermat tingkat desa jadi sesuatu yang kecil. Karena memang saya pikir itu tidak kecil. Bagaimana saya bisa mengatakan itu hal yang kecil kalau nyatanya cerita versi (sedikit) lengkapnya saja sudah seperti itu. Bahkan sampai kalian jadi bertekad dalam hati untuk membuktikan kemampuan kalian ke orang tersebut? Tentunya itu bukan hal yang kecil, bukan? :) Juga melombakan 6 tim cerdas cermat SD dari 1 desa untuk kemudian didapatkan satu pemenang. Dan memenangkan sesuatu itu bukan perkara yang kecil kan ya? :) Mungkin untuk orang lain itu perkara kecil karena cuma memandang itu hanya kejuaraan tingkat desa, tapi saya pikir tidak untuk pemenangnya saat itu, bukan begitu?

Saya jadi teringat obrolan di suatu malam dengan seorang kawan, salah satu dari kami bicara “bahkan di dalam kesederhanaan kita akan menemukan kompleksitas yang super ruwet. Juga sebaliknya.” Kami setuju malam itu, lalu masing-masing terdiam lagi, menerawang jauh ke langit malam lagi. Dan malam ini, saat cerita cerdas cermat ini datang, saya teringat lagi semuanya. Saya catatkan kini.

*Meski saya sebenarnya tak terlalu sepaham dengan motif “pembuktian diri” nya itu, tapi tidak masalah, biarkan saja. Mungkin akan saya ceritakan di postingan yang lain nanti-nanti. :)
Cikarang, 27 Juli 2013

Tidak ada komentar:

Posting Komentar