Siang ini melihat profile picture di jejaring sosial milik
seorang kawan, berikut pula dengan beberapa komentar-komentarnya. Seorang kawan dengan kepribadian yang baik, dengan pengalaman yang
menarik. Dan dia memang sudah keren dari mulanya, jadi tulisan kali ini tak akan
membahas tentang dia. Dan yang ini, saya hanya semacam tertarik dengan
komentar-komentar dari foto tersebut saja. Tanpa bermaksud menyerang siapapun, saya hanya
akan mengungkapkan apa yang ada di dalam kepala saya saja.
Komentar1: Langitnya cerah banget dimana tuh?
Yo: Hahaha. Nyobain pake hp baru. Di Windsor itu. :D
Komentar1: Iya nih, pantesan kirain di Indo, mana bisa dapat yang begitu di
sini kecuali di Papua.
Membacanya saya jadi ingin
berkomentar sedikit. Dengan segenap hormat, saya hanya sedikit kurang sependapat
dengan komentar1 tersebut saja. Ah, saya pikir tidak juga. Banyak sekali langit
serupa itu di sini. Sama bagus, sama cerah, sama dramatis.
Walau mungkin, itu semua juga relatif. Terlalu banyak perasaan yang akan terlibat,
untuk bisa menyebutnya bagus, cerah, dramatis. Tapi saya pikir juga tak ada
salahnya membuat sedikit penilaian ala pribadi, terutama para penikmat latar langit,
siapapun. Bukan begitu? :)
Saya masih ingat betul dulu,
di satu siang tahun 2007, tiba-tiba saya menerima pesan singkat dari seorang
kawan. Isinya kurang lebih begini: “Hei
Kutil, sekarang di tv ada acara si Bolang dari daerah Curup, Bengkulu. Cepetan nonton!”
Bergegas saja saya menyalakan tv. Dan benar saja. Saya melihat satu tempat yang saya
kenal betul. Juga bahasa yang anak-anak itu pakai saat berdialog dengan kawan sebayanya itu seolah melengkapi. Itu kampung saya! Saya senang sekali waktu itu.
Saya tonton dengan seksama. Setelah selesai, saya menerima lagi pesan singkat
dari kawan tersebut. “Langit yang super
cerah, di atas bukit rumput hijau dan langit biru luar biasa”. Untuk kemudian
saya membalas pesan tersebut, “Ya, saya tumbuh
di bawah langit yang itu! :)”
Ah mungkin itu terlalu
jauh. Dan mungkin terlalu sentimentil untuk saya pribadi saja. Mungkin ada baiknya
juga untuk duduk saja di siang-sore Kaliadem, Jogjakarta. Jalanan aspal menanjak
yang sepi menuju puncak Merapi. Di situ biasa tersaji matahari kuning-besar berikut
angin semilir dan langitnya yang romantis. Coba kajilah. Atau bila masih
terlalu jauh, coba kunjungi pagi di lapangan sipil ITB. Di bawah batang tanaman
jati yang menjulang, berteduh melihat langit yang megah-penuh dengan pesona. Masih
terlalu jauh, mari ke lapangan bola sederhana di Jalan Industri Selatan,
Cikarang. Sore kisaran jam 5 coba duduk di kursi kayu panjangnya menghadap
barat di penghujung musim kemarau. Akan terhidang langit sore jernih super
memukau. Sekali-kali diselingi pula dengan guguran daun Mahoninya yang terbang
hingga jauh sekali. Hingga jauh sekali.
Ah, saya pikir semua ke-indah-tenang-ceria-an
itu ada dimana-mana. Tak perlulah mencari terlalu jauh. Cukup saat tengah merasa
senang, hati yang sumringah di hari-harinya, semuanya akan terbuka. Disajikan bentukan
alam yang kadang hanya terlewatkan saja di cerita kita sehari-hari. Yang kadang
hanya membutuhkan sedikit ketenangan untuk menunggu dalam teliti saja, juga keterbukaan
dalam segenap cerita. :)
Terima kasih untuk Mbak Yo, untuk mengizinkan fotonya saya pakai di tulisan ini :)
Cikarang, 21 Juli 2013
brava,,, :*
BalasHapus*jogettt
BalasHapus