Rabu, 11 September 2013

Maelita Ramdhani Muis

Dulu saya pernah menjadi asisten pengajar di suatu kelas perkuliahan. Saya ingat betul, saya sering sekali ditanya oleh mahasiswa-mahasiswa saya waktu itu, dan terkadang saya menjawab: “ah, saya lupa” atau “saya tidak tahu”. Sedang wajah mahasiswa yang bertanya tersebut menjadi berkerut. Saya tidak tahu pasti apa yang mereka pikirkan saat itu. Mungkin seperti: “ah gimana nih dosen, masa kalau ditanya jawabannya sering ga tau?”. Kalau memang seperti itu, saya benar tak akan mempermasalahkan, karena memang benarnya saya lupa, atau memang tidak tahu. Terpikir untuk malu? Ah, biasa saja saya pikir. Toh semua orang sedang belajar kan ya? Termasuk juga saya dan semua orang. Untuk besok-besoknya saya akan mencoba mempersiapkan diri lebih baik, semoganya bisa menjawab pertanyaan-pertanyaan dari semua.

Sebenarnya saya akhirnya memutuskan untuk mencoba berani seperti itu karena suatu cerita yang pernah saya alami sendiri. Saat itu saya masih duduk menimba ilmu di Kampus Gajah. Di kelas seorang dosen yang kebanyakan orang (atau setidaknya saya sendiri) menilai beliau adalah sosok yang jenius. Di kelas itu, kami para mahasiswa sering sekali bertanya banyak hal tentang pelajaran yang dibawakannya. Banyaknya beliau bisa menjawab dengan baik semua pertanyaan-pertanyaan kami. Tapi menariknya, beliau tak pernah segan untuk menjawab dengan tersenyum: “saya tidak tahu, nanti saya cari dulu jawabannya”. Bukan sekali-dua kali, beliau sering seperti itu. Tapi hal-hal itu lah yang memantapkan pikiran saya bahwa dosen ini memang pintar. Dia selalu berusaha mempertanggungjawabkan apa yang diucapkannya. Mungkin dia tak pernah berpikir ingin terlihat hebat di depan mahasiswa-mahasiswanya. Walau mungkin kalaupun dia menjawab asal-asalan pun kami tak akan tahu juga. Kemegahan mental yang seperti itu lah yang sangat saya kagumi dari beliau. Di sana beliau tidak hanya mengajarkan kami tentang materi perkuliahannya yang super rumit, tapi juga lebih dari itu. Sesuatu yang saya pikir lebih besar untuk dapat dipelajari.

Hingga sekarang, saya masih mencoba mencontoh beliau. Untuk belajar memegahkan mental terhadap masalah dan pertanyaan yang saya hadapi kini dan nanti. Meski seringnya sekarang saya masih terlalu sering gagal, tapi saya pikir bukan masalah. Karena saya pikir terlihat kurang kompeten di hadapan orang tidaklah semenyedihkan sesuatu yang ternyata palsu. Buat apa.
Didedikasikan untuk Ibu Maelita Ramdhani Muis, dan salam hormat untuk beliau.
Cikarang, 11 September 2013.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar