Selepas kisaran satu jam perjalanan menggunakan angkutan
perkotaan itu, akhirnya saya berhenti juga. Dari selatan jauh kota ini hingga
kini turun di suatu pertigaan yang saya kenal betul. Adalah Jalan Geger Kalong
Girang. Sedang jarum jam di tangan kini sudah menunjukkan pukul
20.10. Menghirup nafas dalam-dalam, saya memulai berjalan kaki menyusuri. Terang
benderang lampu para penjual makanan di sepanjang jalan ini benar membuat saya betah. Seperti pulang ke rumah. Walau nyatanya kini, langkah saya belum
memutuskan tujuan. Belum sepenuhnya tahu malam ini kiranya akan berteduh
dimana. Tapi benarnya saya tak memikirkan itu dulu kini. Hanya menjalani malam yang ini,
mengunjungi kembali tempat dengan ribuan cerita yang dulu pernah terlewat.
Lewat kini di depan sebuah gerobak penjual lumpia semi permanen di
seberang kantor kelurahan. Saya ingat betul. Lumpia ini biasanya sedikit terlalu asin
dari seharusnya, tapi saya tetap suka. Teringat dulu saya rela berjalan kaki 20 menit
dari kampung Cilimus di atas sana untuk membeli lumpianya. Dulu harganya Rp 3.000,
porsinya banyak dan enak. Heheu. Saya hampiri kini, memesan satu porsi dan minta
dibungkus saja. Ternyata sekarang harganya dua kali lipat dari dulu. Ah, tidak masalah. :)
Menyantapnya sambil berjalan saja ke arah utara kini, saya bernostalgi.
Tiba-tiba hati tergerak untuk turun menuju Gang
Haji Ridho di tengah sana. Berniat kunjungi seorang kawan lama yang selalu
menyenangkan. Singkat perjalanan, senangnya ternyata dia tengah di rumah. Disambutnya saya
dengan keramahan khas seorang kawan lama yang suka-suka. Bercerita sejenak,
tandaskan segelas kopi genap dengan ceritanya di bawah pohon jambu biji yang
besar dan selalu berbuah lebat saat musimnya tiba, meski sayangnya malam ini
belum masuk waktunya. Ah, tapi tetap saja rumah ini selalu menyenangkan. Lalu kini
saya ditinggalkannya dulu sejenak, untuk memberi saya waktu menikmati malam sendiri dulu, sedang dia
kembali ke depan komputer 14 inch itu untuk menanggapi keluhan salah satu customernya yang barusan mengeluhkan
koneksi internet yang sedang down.
Sebelum kembali bekerja, kawan tersebut berpesan bahwa kasur untuk saya sudah tersedia di
tempat biasa, dan silahkan tidur kapanpun saya mau.
***
Di bawah bayang dedaunan jambu ini, saya sendiri. Menghela nafas
panjang-panjang. Memejamkan mata menikmati aroma malamnya yang selalu sama dingin
tapi tetap ramah. Berbisik sendiri, saya meminta maaf pada kota ini, untuk
beberapa malam yang lalu saat saya mulai ragu apakah kini kota ini masih
menantikan kedatangan saya ataukah tidak. Atau mulai menyangsikan kecantik-megahannya
yang biasanya merayu-padu. Ah, ternyata tidak, saya salah kemarin. :)
Bandung, 1 September 2013
Tidak ada komentar:
Posting Komentar