Bercerita seorang kawan,
dulu ayahnya sering memberi nasihat: “pandai-pandai mencari
kawan, Nak. Jangan terbawa ke hal-hal yang tidak baik, ingat siapa kita, lihatlah
bapak, lihat dirimu, inilah kita.”. Lanjut kawan tersebut sambung bicara: “ya, saya baru
mengerti bahwa itu benar, itu memang benar!”. Dengan wajah seriusnya yang masih
saya ingat persis itu, saya mendengarkan saja. Lalu saya tersenyum pelan-pelan,
saya iyakan.
Juga teringat seorang
kawan yang lain di cerita yang lewat. Katanya: "saya berkawan dengan siapa saja,
saya tak akan memilih-milih kawan.". Katanya begitu dalam semangat. Untuk kemudian
saya berkomentar: “ah saya pikir mungkin kita memang harus memilih-milih dalam berkawan,
Sodara. Jangan mudah terbawa ke hal-hal buruk yang mereka ajak atau ucapkan. Bahwa
mengetahui siapa kita adalah pedomannya.”.
Saya merasa seperti de javu saja saat sore ini kawan
tersebut bicara seperti itu di sela reguk kopinya yang sudah habis setengah. Saya pikir mungkin memang seperti itulah yang
seharusnya. Terlepas dalam konteks apapun, mungkin memang seperti itulah
sebaiknya. Tak perlulah berpikir akan sedikit kawan karenanya, karena nyatanya
saya tetap punya (sangat) banyak kawan, meski saya sangat pemilih.
Hatur nuhun ka Kang Asep Aripin buat ceritanya
Cikarang, 16 Agustus 2013
Tidak ada komentar:
Posting Komentar