Minggu, 04 Agustus 2013

Anak Api dan Kamera

Kumandang azan magrib rasanya belum terlalu sepi, saat tadi saya berjalan selepas turun dari bis itu. Untuk sampai lagi di kota industri ini. Angin lembut, dan gelap yang masih tanggung-tanggung. Juga ransel ini yang sedikit terlalu berat dari kapasitas yang seharusnya. Saya berjalan pelan-pelan.

Jalanan ini sepi sekali. Mungkin kebanyakan sivitas regularnya sudah liburan, menyambut hari raya. Di antara itu, seorang pengemis bapak-bapak tua menyodorkan tangannya sambil meminta pelan. Di dekatnya, sekitar 3 meter ke depan, saya tertegun melihat 2 anak perempuan kecil bermain api unggun di atas trotoar, samping jalan raya. Umur anak-anak ini pasti tak lebih dari 6 tahunan. Matanya besar dan jernih. Memandang lurus ke arah saya yang tengah berdiri memperhatikan. Dikibaskannya lagi sehelai karton pengemas telur itu menuju api, dibantu angin-angin, api semakin gembira. Dua-tiga detik berikutnya, keduanya palingkan wajah. Sepertinya lebih tertarik melihat lenggok api unggun menari di udara menjelang malam ini. Saya berjalan pelan-pelan, meninggalkan. Tapi mereka tak benar pergi.

Saya berpikir, mungkin ada baiknya saya mencoba hobi baru. Fotografi. Saya ingin menangkap mata besar dan jernih mereka tadi dalam suatu ketika. Alasannya sederhana. Saya ingin mengombinasikan tulisan-tulisan ini dengan gambar-gambar nyata. Bila nanti ada rejekinya, saya ingin bisa membeli sebuah kamera profesional yang bagus, tapi tak perlu mahal. :D Saya senang melihat kamera-kamera itu. Beberapa kawan sudah lebih dulu punya hobi seperti itu, saya lihat mereka sering menentengnya kemana-mana. Saya suka. :) Semoga nanti benar ada rejekinya.
Cikarang, 4 Agustus 2013

2 komentar:

  1. kabar ingin yang baik.
    awas, jgn diperbudak alat.
    ingat rasa melihat ini yang menghendaki sebagai mulanya. :D

    BalasHapus
  2. :) Alat hanya akan begitu saja, Sodara. Membantu menangkap, tapi tetap kita yang merasa. Terima kasih nasehatnya, akan saya ingat. :p

    BalasHapus