![]() |
Daun hijau, ranting mati, dan purnama 14 di langit Jababeka |
Sudah beberapa kali saya terpikir untuk menuliskan tema ini.
Tapi kemarin-kemarin saya merasa waktunya kurang pas saja. Hingga pagi ini saya
menerima ucapan selamat ulang tahun singkat dari seorang kawan baik. Yang kira-kira
isinya seperti ini:
“Happy birthday. May
God bless and keep you always. May you stay forever young.”
Saya sering mendengar di beberapa ungkapan terkenal dan dari
lirik-lirik lagu ucapkan hal yang mirip seperti itu. Seperti juga penggal lirik
milik Bob Dylan yang dikirimkan oleh kawan yang tadi: forever young. Bila diartikan ke dalam
Bahasa, maka artinya kurang lebih adalah “menjadi muda selamanya”. Maknanya mungkin
bisa sangat luas, mungkin meliputi semua hal yang dimiliki. Dan saya sepertinya paham dengan apa yang
dimaksud dengan forever young di
ungkapan-ungkapan dan lirik lagu tersebut. Mungkin. :D
Tapi, hmmm, entahlah.
Saya pikir, saya rasa, sepertinya saya tak terlalu berminat untuk menjadi muda
selamanya. Di waktunya nanti, saya inginkan saya menjadi tua. Di waktunya nanti,
saya inginkan saya menjadi sangat letih. Di waktunya nanti, saya inginkan saya
menjadi mati dan tak ada. Saya hanya ingin menjalani sebuah perjalanan, saya ingin
menikmatinya, saya ingin belajar memahami kesalahan, saya ingin mencoba berbuat
baik, saya ingin akhirnya hilang dengan keyakinan yang saya syukuri. Sedang sesuatu yang
akan terjadi setelah itu? saya pikir saya akan membiarkannya berjalan seperti
yang seharusnya saja. Ya, saya pikir begitu saja.
***
Adalah hari ini, ulang tahun yang ke-28. Artinya tepat di 28
tahun yang lewat, di sabtu tengah malam kisaran pukul 23.55 tahun 1986, tepat
seperti sabtu malam yang ini, saya dilahirkan oleh seorang gadis cantik berwajah oval
dengan hidungnya yang kecil mancung di sebuah rumah sakit di salah satu titik
kota Bengkulu, namanya Rumah Sakit Padang Harapan. Dan bukan suatu yang
mudah juga untuk gadis itu, karena saat itu dia tengah menderita lumpuh
setengah badan akibat serangan stroke
yang dideritanya semenjak masa kehamilan 4 bulan.
Orang tua saya bercerita
bahwa di saat malam kelahiran tersebut, Bengkulu tengah hujan besar, petir dan guntur
tengah sibuk sekali pertunjukan di langit malamnya –tapi saya dinamakan Guntur
bukan karena suasana petir saling menyambar itu, tapi karena
ayah saya, semenjak mudanya, berdoa dengan sebuah singkatan sederhana, Guntur, GUNakanlah Tenagamu Untuk
Rakyat (cerita serupa di tulisan “Cik Yan Lis (1)”). Dan di antara pekik petir di
langit kota Bengkulu itulah, saya lahir. Konon, beberapa kerabat dan dokter sempat
berkomentar bahwa lahirnya saya dalam keadaan sehat dan normal adalah sebuah keajaiban,
mengingat kondisi gadis itu dan besarnya ukuran saya waktu itu –saya lahir
dengan berat 4 koma sekian kilogram. Nyatanya, di tepat menit itu, tibalah
seorang bayi berperawakan hitam besar yang diberi nama Guntur Berlian. Itu saya.
Masa kecil saya diwarnai dengan hal-hal normal layaknya anak
kecil yang lain di kampung kami. Bermain dengan kawan sebaya di hamparan sawah yang luas sekali, menangis karena kalah dalam permainan layangan,
berkelahi dengan kakak perempuan yang manis, belajar mengaji Al-Quran dengan ayah yang
penghukum, berbohong pada ibu dengan seribu alasan, dan berbagai hal normal lainnya. Ya, begitu.
Sedang beberapa hal buruk juga tak lepas, ya, saya pernah (sangat) suka mencuri, apa saja. Saya mencuri
berbagai makanan ringan di warung dekat rumah, mencuri uang uwa di laci simpanan dalam lemarinya, mencuri berbagai
perlengkapan kantor di toko fotokopian dekat sekolah, mencuri buku bacaan dan komik di toko buku dekat kantor ayah, mencuri makanan dari kantin sekolah, mencuri alat tulis milik
kawan yang lain di sekolah, mencuri ayam dan ikan milik tetangga kampung, mencuri berbagai bahan plastik dari pengumpul
barang bekas, mencuri sekotak kartu remi di sebuah kios kecil dekat rumah,
mencuri bakso, siomay, gorengan, rebung, mie ayam, nasi bungkus, kelapa dan
berbagai jenis makanan lain yang akan jadi terlalu panjang bila saya tuliskan semua
di sini. Sebagiannya saya ketahuan dan dihukum, sebagian lagi tidak. Atau berbagai
perbuatan konyol khas remaja yang senang sekali meributkan hal-hal kecil. Atau membohongi
orang tua untuk mengikuti berbagai ritual dunia mistik yang tak masuk akal
dengan kawan-kawan sekolah. Ah, banyak. Tapi ya seperti itulah beberapa di antaranya, kumpulan gambar-gambar kecil dari masa kecil hingga saya beranjak remaja.
Sebuah modal terbesar yang selanjutnya akan saya gunakan untuk memecahkan
puzzle hidup terbesar dan terrumit yang selanjutnya menanti atau tengah saya jalani hingga
saat ini, malam ini, menjelang detik yang sama seperti 28 tahun yang lewat.
***
Beberapa pelajaran hidup memang datang dengan cara-cara yang
misterius. Saya mencoba menerjemahkan semuanya dalam bahasa pemikiran yang rumit
sekaligus sederhana, sesuai dengan kemampuan saya saat ini saja. Dan saya
merasa tumbuh. Di antara selang waktunya saya berdiam, menangis, sedih, tertawa,
dan jutaan ekspresi lain. Saya berpikir, bahwa inilah waktu dan kejadian itu. Saya
berjalan di antaranya.
Saya katakan: saya tak terlalu berminat menjadi muda
selamanya, saya tak takut menjadi tua. :)
Cikarang, 15 Maret 2014
Tidak ada komentar:
Posting Komentar