Sabtu, 01 Maret 2014

Waddaddah

Ah, Bandung, memang selalu menarik, Kamu. Seperti malam ini, saat berdua dengan seorang kawan, duduk di samping piano tua yang tertutup dan dua gelas kopi khas cafenya yang pahit, kami niaga cerita yang asik. Untuk mendengarkan kisah hidupnya yang menarik, tentang hal-hal yang sebagian mungkin menganggapnya tabu. Tapi kami tidak! Saya dengarkan apa yang ingin dia ceritakan, saya berkomentar seadanya dan sekeinginan saja. Juga tak ada yang rumit, karena kami sudah memutuskan untuk membuatnya seperti itu. Dan di antara gelak tawa dan penekanan serius yang bergantian dalam antrian, kami terus bicara.

Darinya, malam ini sepertinya saya bisa melihat sedikit lebih jauh, sepertinya begitu. Bahwa kehidupan itu berada di dalam kerumitan dan kesederhanaan di satu waktu yang sama. Seperti berada di dalam sebuah bola transparan dimana beberapa liquid di dalamnya tak pernah saling larut dalam warna-warna yang mencolok. Beberapa selalu mencoba menyimpulkan bahwa semua terpisah menjadi bagian-bagian besar dan berkelompok, atau mengira mereka selalu saling larut atau bahkan sama saja satu warna. Padahal tidak! Padahal tidak! Saya pikir bukan seperti itu.

Waddaddah. Menurut saya, waktu adalah segelas kopi pahit ini. Sesaat dia kian berkurang, dan saya seperti terbiasa, untuk kemudian dia habis, dan kami memutuskan pulang.

Bandung, 1 Maret 2014

Tidak ada komentar:

Posting Komentar