Sabtu, 30 November 2013

Belajar dan Merasa Besar

"All My Days" – Alexi Murdoch

Well I have been searching all of my days
Many road you know, I've been walking on all of my days
And I've been trying to find what's been in my mind
As the days keep turning into night

Well I have been quietly standing in the shade all of my days
Watch the sky breaking on the promise that we made all of this rain
And I've been trying to find what's been in my mind
As the days keep turning into night

Well many a night I found myself with no friends standing near all of my days
I cried aloud, I shook my hands, what am I doing here all of these days?
I look around me, and my eyes confound me And it's just too bright
As the days keep turning into night

Now I see clearly, it's you I'm looking for all of my days
Soon I'll smile, I know I'll feel this loneliness no more all of my days
For I look around me and it seems you've found me
And it's coming into sight as the days keep turning into night

And even breathing feels all right

***
Ada beberapa alasan mengapa saya menyukai lagu ini. Tapi entahlah, saya tak yakin saya bisa menggambarkan apa yang ada di dalam kepala saya dalam bentuk tulisan sederhana di blog ini. Karena saya pikir, ini sedikit lebih rumit dari yang biasanya. Setiap ceritanya tak pernah berdiri sendiri, selalu berdiri karena yang lain. Begitu seterusnya. Mungkin sedikit mirip dengan yang diungkapkan oleh Sujiwo Tejo di presentasinya bertajuk “Math: Finding Harmony in Chaos” di Tedx-Bandung. Semuanya memang sederhana, tapi saat saya ungkapkan, maka jadi terdengar seolah terlalu sederhana. Dan yang lain akan mulai sibuk membantah, katakan bahwa pikiran saya terlalu menyederhanakan. Ah, bukan seperti itu, Kawan. :) Mungkin memang saya tak secerdas Einstein yang bisa meramu semua kerumitan menjadi kalimat sederhana E=MC2. Mungkin selama saya belum bisa menyederhanakannya, maka selama itu pula saya akan dianggap seperti katak dalam tempurung, atau orang bodoh yang berpikir partial dan asal comot, atau dikomentari “pikiranmu dangkal, kalau mau, aku bisa membantai pikiranmu itu dengan penjelasan-penjelasan filsuf dan kitab-kitab yang sudah kupelajari selama belasan tahun”. Penyebabnya, seperti tiap kali saya sampaikan: “saya tak terlalu tertarik mendengar apa yang diucapkan Sidharta atau yang lain, saya hanya ingin merasakan semilir angin di hari yang cerah atau hujan raya”, dan saya mulai dinilai tak mau belajar karenanya. Percayalah, ini adalah kalimat yang telah saya coba rangkumkan jadi semacam sebuah formula. Tapi sepertinya memang saya belum cukup cakap seperti Einstein ya, hahaa.

Sejauh ini, saya hanya menerima saja apapun yang orang pikirkan tentang saya, saya hanya akan senyum-senyum saja, saya senang-senang saja. Saya juga tak terlalu berminat memaksa mereka menganggap saya benar. Terkadang saya hanya sedang ingin berbicara saja, membagi apa yang saya pikir. Sayangnya, sebagian menganggap itu menggurui, atau merasa besar sendiri. Ah, saya tak pernah berminat menggurui siapapun. Sangat tak berminat malah. Tapi, ya benar, saya menganggap pikiran saya besar, tapi seiring itu pula saya tak berminat memaksa orang lain berpikir hal serupa tentang saya. Yang sayangnya, kadang orang-orang seperti tak ridhlo bila saya berpikir seperti itu. Kadang saya bertanya sendiri: “what’s wrong with you, man?”, saya benar bingung sendiri. Dan saya sebenarnya tengah berusaha untuk tidak terganggu dengan komentar-komentar seperti itu. Tapi sepertinya wajar saja saat di titik tertentu, saya merasa terganggu dengan komentar-komentar serupa –Saya cuma manusia kan ya? heheu. Ya, sekali lagi, saya memang berpikir bahwa saya seorang yang besar. Tapi saya pikir itu hak saya. – Seperti yang diungkapkan Kang Ibing: “Jangan pernah kamu merasa besar sendirian!”. Ya, saya pikir dia tak mengatakan buruk untuk orang yang merasa besar. Yang salah menurutnya adalah saat seseorang berpikir bahwa dia adalah satu-satunya orang besar di muka bumi ini. Dan saya pikir saya sepakat.

Dan saat Alexi Murdoch nyanyikan baris-baris lirik di lagu ini, saya merasa terhubung. Saya menemukan sesuatu yang saya pikir benar, dan mungkin, itu hanya untuk saya sendiri. Bila kamu tak sepakat, maka biarkan saja. Seperti saya membiarkan saat saya tak sepakat denganmu. Dan bila nyatanya saya salah, biarkan saja. Bila ada jalannya, di suatu ketika, maka saya akan menyadarinya dari apa dan siapa saja. Inilah jalan belajar yang saya pilih. Ini jalan belajar yang saya pilih. :)
Cikarang, 28 November 2013

Tidak ada komentar:

Posting Komentar