Minggu, 24 November 2013

Kisabun - Filicium

Api unggun di luar pagar Universitas Pendidikan Indonesia
Di antara udara dingin yang khas, saya turun dari angkutan perkotaan itu di kisaran jam 9 malam. Lepas janji bertemu dengan seorang kawan di salah satu sudut Gelap Nyawang yang teduh, berikut mengunjungi kakak untuk mengajaknya minum coklat hangat di sebuah cafe favorit di daerah Sulanjana. Nyatanya sekarang saya sudah di hadapan Geger Kalong. Sebuah jalan yang sering sekali menjadi tujuan bila saya mengunjungi kota ini. Banyak ceritanya, dari yang lalu, sampai yang sekarang, sampai yang nanti. Seperti api unggun yang ini.

Formasinya dionggokkan di pinggiran muka jalan, sedang dua tukang ojek sibuk sekali merapalkan api-api. Setelah apinya membesar, saya dekati keduanya, kami berbicara di teras bunga api. Salah satu dari mereka menunjuk ke atas sana, di rimbunan dahan kisabun yang teduhkan kami dari sinar malam. Katanya dari situlah bahan api ini diperoleh. Saya mengangguk-angguk. Ah, ternyata dia lagi yang memanggil saya untuk datang dan berpikir. Kisabun.

Saya jadi ingin bercerita. Nama latinnya Filicium decipiens. Pohon ini banyak tumbuh di kampus kami. Sedari dulu, saya suka sekali duduk-duduk di bawahnya untuk melihat-lihat sekitar, memperhatikan siapa saja yang berlalu lalang. Bila hujan, saya sering memperhatikan sendiri bahwa pohon ini akan mengeluarkan buih-buih yang memenuhi lantai jalan di bawahnya. Ya, itulah sebabnya pohon ini dimasukkan ke dalam Family Sapindaceae di sistem klasifikasi tumbuhan. Bagian tubuh kisabun banyak mengandung saponin, semacam zat kimia yang biasa digunakan sebagai bahan dasar pembuatan sabun. Dan buih-buih tadi berasal dari itulah. Buahnya yang kecil-kecil juga tak kalah menarik. Warnanya ungu, dan mengandung zat warna pekat yang akan sangat sulit dihilangkan bila dia menimpa dan pecah di baju. Saya ingat, dulu saya selalu menghindar untuk duduk di bawah kisabun bila saya sedang memakai baju baru atau baju yang bagus. Heheu.

***
Di bukunya, Andrea Hirata sepertinya sangat memuja pohon ini. Batang filicium, bawah filicium, teduh filicium, begitu Andrea gambarkan latar tentang ratusan peristiwa hebat yang terjadi di bawahnya. Tapi benar, saya bukan menyukai pohon ini karena meniru Andrea, saya tak terlalu suka meniru. Saya sudah menyukai kisabun dari dulu, banyak orang yang tahu pasti tentang hal itu. Saya sudah menulis banyak hal tentang kekaguman pada kisabun jauh sebelum saya tahu siapa itu Andrea Hirata dan filiciumnya. :) Tapi sepertinya filiciumnya-Andrea dan kisabunnya-saya punya sensasi yang mirip. Dia teduh, dia hangat, dia kuat, dia ceria, dia penampung cerita. Sepertinya memang itulah deskripsi kisabun, filicium, atau apapun namanya. :D
Cikarang, 25 November 2013

Tidak ada komentar:

Posting Komentar