Beberapa hari yang lewat, saya sempat berkunjung sebentar ke
situ. Di depan sebuah gedung yang dulu, katanya, dibangun sebagai pusat pemerintahan kota
Jawa Barat. Saat itu, sore menjelang pukul tiga. Suasana Bandung sedang cerah
asik-asiknya. Langit biru. Tusuk satenya di atas sedang hikmat saja berdiam. Saya duduk
sebentar di undak tangganya yang beberapa di seberang jalan. Saya memperhatikan.
Melihat bangunan dengan arsitektur mirip dengan gaya masa renaiscance di beberapa titik, dan mulai membayangkan bagaimana
bangunan yang terlihat sangat kokoh gagah berdiri ini dulu dibuat. Sepertinya rumit
sekali.
Matahari masih asik-asiknya di arah barat. Saya kembali
melihat sekeliling. Melihat gagah Tangkuban juga sepertinya sedang tafakur melihat
Bandung dari utara jauh. Seperti saya sekarang. Memperhatikan banyaknya
orang-orang yang datang berkunjung, mungkin sekedar abadikan moment berfoto-ria senang-senang dengan
latar gedung itu. Ketika sepasang bapak-ibu paruh baya yang sepertinya datang
dari luar kota meminta bantuan saya untuk mengambil beberapa foto berlatar Gedung
Sate, dengan senang hati saya iyakan. Beberapa kali ambilan menggunakan kamera
saku sederhana yang terlihat masih sangat baru itu, mereka ucapkan terima
kasih. Saya tawarkan untuk beberapa kali ambilan gambar lagi. Kali ini saya
meminta mereka berputar, untuk mengambil latar Tangkuban di belakangnya kini. Mereka
mengikuti, dan jadilah.
Lepasnya, saya tanyakan beberapa hal. Ternyata bapak-ibu ini
tadi baru saja tiba dari Ciamis dengan menggunakan sepeda motor yang sekarang
sedang diparkir di pinggir jalan sana. Mereka akan bermalam di rumah saudaranya
di daerah Sukajadi, bila tak terburu pulang hari ini juga. Tukar-bicara, ternyata mereka
berdua hanya ingin berjalan-jalan saja. “sekali-kali
pengen jalan-jalan di Bandung aja” begitu katanya. Saya candakan “sambil nyobain kamera baru Pak ya?”,
mereka tertawa. Saya sambung, “kameranya
bagus Pak, warna hasil gambarnya cerah sekali, bagus.”. Dengan semangat dia
bercerita singkat tentang kamera itu. Lanjut saya sarankan mereka lanjutkan
sore itu ke arah utara, tempat monumen perjuangan berdiam di ujung sana. Dan mereka
pergi dalam ucapan terima kasih yang dalam.
Sore Bandung. Di sini benar tak pernah sepi cerita. Seperti lalu
lalang ratusan pengunjung yang ramai melintas di hadapan, seperti mancur air di
halaman Gedung itu yang selalu saja asik sendiri tontonkan kemolekannya sana-kemari.
Cikarang, 22 Oktober 2013
Tidak ada komentar:
Posting Komentar