Tiba-tiba saja, di awal malam yang tadi, saya teringat danau itu. Salah
satu tempat yang saya sukai di waktu yang silam. Sebuah danau cantik di kaki
Gunung Patuha, namanya Situ Patenggang (Patengang, Patengan). Kalau tak salah ingat, dari cerita
masyarakat setempat, nama danau ini berasal dari bahasa sunda pateang-teang, atau “saling mencari”. Legendanya
bermula dari kisah cinta yang tak berjalan mulus antara Kian Santang dan Dewi
Rengganis. Menangislah mereka, hingga terbentuklah danau ini. Juga di salah
satu titiknya ada Batu Cinta, tempat dimana konon akhirnya keduanya
bertemu dan tumpah asmara. Ceritanya kini, bila pasangan kekasih singgah di
sini, maka cinta mereka tak akan mudah hilang. Ceritanya begitu, silahkan
berkunjung bagi yang niat mencoba, :D
Terakhir saya berkunjung ke sini kalau tak salah ingat awal
2011. Saat itu saya menemani kawan-kawan mahasiswa angkatan 2010 kuliah
lapangan di sini. Saya tak terlalu ingat detail
kuliah lapangan kami waktu itu, tapi saya jelas masih ingat apa yang saya lihat
di situ waktu itu. Kami sampai di danaunya sekitar jam 9 pagi, selepas
perjalanan hampir 3 jam dari Bandung. Sambil memperhatikan mahasiswa yang
sedang bekerja, saya menikmati paginya. Asik sekali. Duduk bersandar di bawah
teduh pinus raksasa di teras danau. Hingga saat siangnya mendung tebal
mengunjungi kami disini, dan kabut tebalpun turunlah sepekat-pekat. Tutupi muka
danaunya sampai penuh, tapi semakin cantik. Dan saat akhirnya hujannyapun turun satu-satu
hingga ribuan, kami berteduh di bawah saung kecil pinggir danaunya yang ramah. Kami
menunggu pulang.
Situ Patenggang. Kabarnya kisahnya jadi sedikit biru saat akan
pulang meninggalkan. Setidaknya menurut seniman senior tanah ini seperti itu. Tapi
saya pikir mungkin memang benar juga. Mungkin hanya sebagai pengingat saja biar
nanti ingatlah untuk datang lagi ke sini, berkunjung lagi. Ingatlah beserta dingin-segarnya
bandung selatan di helaan nafas dari dulu-dulu.
Cikarang, 10 Oktober 2013
Tidak ada komentar:
Posting Komentar