Sabtu, 26 Oktober 2013

Koboi Paceklik

Ah, cape. Menjelang magrib di Metro
Akhirnya sampai lagi di sini. Di sebuah kos-kosan sederhana di daerah Geger Kalong Girang, setelah melewati satu hari yang panjang bersama seorang sahabat baik. Harinya tadi baru akan dimulai dengan janji bertemu di depan salah satu masjid paling terkenal di kota ini, Daarut Tauhid. Dan perjalanan kamipun mulailah. Melewati panjangnya jalanan Bandung hingga jauh ke utara sana. Kami habiskan sela waktunya dengan dialog-dialog yang selalu saja membuat kami tertawa, lalu diam, dan bicara lagi saat kami sedang mau. Hingga pagi Cikole hampiri kami di warung kopi sederhana di salah satu sudutnya tadi, juga di siang hingga sorenya yang sudah hampir sampai di penghujungan, di titik-titik kota Bandung hingga jauh ke selatan dan kembali lagi, kami lanjut bicara.

Hari ini dan sepertinya hari-hari yang kemarin juga, banyaknya kami bicarakan tentang saya. Menertawakan apa yang saya lakukan hingga terbawa, menambahkankan apa yang saya lamunkan kadang sampai saya merasa letih sendiri. Seperti saat di salah satu titik perumahan Metro yang tadi, pikiran saya sepertinya semakin jauh. Hingga saya melihat apa yang saya kenakan seharian ini, saya berpikir sendiri. Saya melihat koboi paceklik! Seorang muda dengan muka dekil penuh debu jalanan dan rambut kusut awut-awutan, tengah berpakaian semaunya, tak ada aturan, dan dia terlihat senang-senang saja menjalani semua cerita yang berjalan sehari-hari. Ya, itu saya. Seperti saya memperhatikan saya sendiri? Aneh, tapi benar seperti itulah kira-kira.

Kontras, saya melihat kemeja abu-abu yang kali ini tengah saya gunakan sebagai jaket ini. Kemeja yang bisa membuat saya terlihat sangat rapi-formal saat dikenakan di sebuah seminar ilmiah internasional di ballroom salah satu hotel terkenal di Ibukota, juga kemeja yang bisa membuat saya seperti petani terpelajar yang tak terlalu suka mengikuti apapun penilaian orang. Saya jelaskan sendiri: yang rapi itu saya, yang tak rapi itu juga saya, tak ada beda. Bertanya mana yang membuat saya lebih merasa nyaman? Saya jawab sama saja. Saya merasa nyaman saat terlihat rapi, juga merasa nyaman saat saya terlihat seperti apapun. Seperti saya menjalani cerita yang saya mau, saya menikmati sebagian penggalannya yang saya kehendaki. Seperti yang tadi. Persis seperti yang tadi.
Bandung, 26 Oktober 2013
*foto oleh Muhammad Haikal Sedayo 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar